Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Karya Sapardi Djoko Damono, Ini 5 Puisinya yang Romantis dan Penuh Makna

Kompas.com - 19/07/2020, 15:27 WIB
Firda Janati,
Tri Susanto Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko Damono, meninggal dunia pada Minggu (19/7/2020) pukul 09.17 WIB.

Sapardi Djoko Damono mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Eka Hospital BDS, Tangerang.

Baca juga: Profil Sapardi Djoko Damono, Sastrawan Kebanggaan Indonesia

Meninggalnya sosok sastrawan kebanggaan Indonesia itu meninggalkan duka mendalam bagi para penikmat karya-karyanya.

Beliau dikenal melalui berbagai puisi mengenai hal-hal sederhana tetapi penuh dengan makna kehidupan.

Hal itu yang membuat karyanya begitu popular di Indonesia, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Baca juga: Maudy Koesnaedi: Selamat Istirahat Pak Sapardi Djoko Damono

Berikut sejumlah karya-karya yang dihasilkan Sapardi Sapardi Djoko Damono.

1. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu,
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

Puisi ini menjadi salah satu karya paling fenomenal ciptaan Sapardi Djoko Damono.

Mengisahkan tentang kesabaran dan ketabahan seseorang.

Kumpulan puisi "Hujan Bulan Juni" bahkan telah dialihbahasakan ke dalam empat bahasa, yakni Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.

2. Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari

Lewat puisinya itu, Sapardi Djoko Damono menuturkan alasan mengapa ia masih menulis hingga kini.

Penyair yang lahir dan besar di Surakarta ini seakan menyelipkan wasiat bahwa kita akan kekal bersama tulisan-tulisan yang kita tinggalkan.

Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" itu juga tercatat dalam buku "Hujan Bulan Juni".

3. Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
Memungut detik demi detik
Merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.
Kita abadi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com