Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inflasi Melambung, Perusahaan Besar Tetap Untung, Kenaikan Gaji Loyo

Kompas.com - 07/04/2023, 14:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kemacetan rantai pasokan dan perang di Ukraina menyebabkan inflasi di Eropa melonjak. Tapi banyak perusahaan yang juga mengambil kesempatan menaikkan harga untuk meraup untung besar.

Raksasa minyak AS pada Februari mengumumkan rekor keuntungan. ExxonMobil misalnya, meraup untung besar sampai 56 miliar dollar AS pada 2022, ketika konsumen bergulat dengan kenaikan harga akibat inflasi, pandemi Covid-19 dan gangguan rantai pasokan.

Bahkan Presiden AS Joe Biden mengaku terkejut dengan angka itu dan menyebutnya keterlaluan.

Baca juga: Inflasi Argentina Tembus 94,8 Persen, Warga Mengeluh Harga Naik Terus

Situasi di Eropa tidak berbeda. Banyak perusahaan menggunakan kesempatan menaikkan harga, jauh lebih tinggi di atas tingkat inflasi. Memang ini kesempatan baik, karena pemberitaan ramai tentang inflasi dan kenaikan harga, sehingga mereka bisa menaikkan harga dengan bebas tanpa perlu khawatir protes dari konsumen.

Pembukaan kembali ekonomi setelah pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir, mengakibatkan permintaan barang meningkat cepat. Tingginya permintaan ditambah dengan masalah gangguan rantai pasokan pada gilirannya memicu inflasi. Ditambah lagi invasi Rusia ke Ukraina membuat harga energi ikut melonjak.

Setelah situasi pandemi mulai membaik dan hambatan pasokan mereda, inflasi ternyata tetap juga tinggi, antara lain karena banyak perusahaan tetap mempertahankan harga tinggi.

Para pembuat kebijakan di Eropa sudah lama mempertimbangkan masalah ini dan merencanakan pajak khusus bagi perusahaan yang mengeruk keuntungan besar di tengah situasi sulit bagi masyarakat kebanyakan.

Baca juga: Perusahaan Ini Beri Bantuan Rp 10 Juta ke Pegawai untuk Ringankan Dampak Inflasi

Keuntungan berlimpah, kenaikan gaji lemah

Pekerja kereta api di Jerman lancarkan aksi mogok menuntut kenaikan gaji tinggi mengimbangi inflasi.LUKAS BARTH/REUTERS via DW INDONESIA Pekerja kereta api di Jerman lancarkan aksi mogok menuntut kenaikan gaji tinggi mengimbangi inflasi.

Menurut laporan kantor berita Reuters, perusahaan di Eropa rata-rata meningkatkan margin keuntungannya sampai 10,7 persen pada 2022, naik sekitar 25 persen dibandingkan tahun 2019, yaitu sebelum pandemi.

Di Eropa, "efek keuntungan luar biasa dari perspektif sejarah," tulis ekonom dalam sebuah blog Bank Sentral Eropa, ECB. Pertumbuhan laba telah lama melampaui pertumbuhan upah, terutama di bidang pertanian, manufaktur, perdagangan, transportasi dan makanan serta pertambangan, menurut perhitungan ECB.

"Perusahaan di sektor tertentu telah memanfaatkan keadaan darurat pandemi dan perang untuk menaikkan harga dengan cara yang tidak mungkin dilakukan di waktu normal. Ketika harga naik jauh melebihi kenaikan biaya, margin keuntungan meningkat,” jelas Isabella Weber dari University of Massachusetts Amherst kepada DW.

Selanjutnya dia menerangkan, gangguan rantai pasokan telah mengubah dinamika persaingan. Biasanya, konsumen dapat beralih ke pemasok lain jika perusahaan menaikkan harga untuk memaksimalkan keuntungan. Tetapi jika semua konsumen menaikkan harga, tren perpindahan konsumen tidak akan terjadi.

Baca juga: Siap-siap, Pemulihan Ekonomi China Berpotensi Lecutkan Inflasi Dunia

Kapan inflasi akan turun lagi?

ECB memperkirakan, inflasi yang tinggi di Eropa baru akan berakhir tahun ini, dan inflasi 2 persen yang selama ini menjadi target stabilitas ECB dan berhasil dipertahankan selama bertahun-tahun lalu, baru akan kembali dicapai pada 2025.

Bagi Isabela Weber, mudahnya perusahaan memanfaatkan situasi untuk menaikkan harga sesuai keinginan mereka adalah situasi yang mengkhawatirkan dan perlu diperiksa. Dia mengatakan, harus ada undang-undang yang membatasi kenaikan harga yang berlebihan oleh korporasi.

Aturan seperti itu akan melarang perusahaan mengambil keuntungan berlebihan dari suatu krisis dan membebankan semuanya pada konsumen. Ini penting terutama untuk barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok warga.

Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck pada Rabu (5/4/2023) mengatakan, pemerintah sudah memperkuat badan antimonopoli Jerman Bundeskartellamt untuk memeriksa mengapa harga bensin di Jerman tetap tinggi, sementara harga minyak mentah di pasaran dunia sudah turun jauh.

Baca juga: Unjuk Rasa di Mongolia Keluhkan Inflasi dan Korupsi Batu Bara, Massa Coba Bobol Istana Negara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com