Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu Pelanggaran HAM di Korea Utara Tertutup Konflik Nuklir

Kompas.com - 27/03/2023, 16:15 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Shamil Shams/DW Indonesia

PYONGYANG, KOMPAS.com - Sepuluh tahun lalu, PBB membentuk komisi independen untuk menyidik kejahatan kemanusiaan di Korea Utara. Sejak itu tidak banyak yang berubah, dan Barat terkesan lebih mengkhawatirkan ambisi militer Kim Jong Un.

Bagi Jung Gwang-il, Korea Utara "adalah sebuah neraka hidup.” Pembelot asal Korut yang kini mengepalai sebuah organisasi kemanusiaan di Korea Selatan itu ikut berbicara ketika pekan lalu Parlemen Eropa membahas pelanggaran HAM oleh rezim di Pyongyang.

"Sangat sulit bagi orang luar untuk memahami seperti apa situasinya di Korea Utara,” kata dia kepada DW. "Narapidana diperlakukan layaknya bukan manusia. Di seluruh negeri, ada berbagai jenis lembaga permasyarakat semacam ini.”

Baca juga: Rakyat Korea Utara Kelaparan, Putri Kim Jong Un Pakai Jaket Christian Dior Seharga Rp 28,8 Juta

Ketiga pembelot Korut, yang ditemui DW di sela-sela sesi parlemen di Strasbourg, Perancis, menggambarkan bagaimana aparat terbiasa memenjarakan warga tanpa alasan jelas.

"Tahanan politik disiksa, disetrum atau dipukuli dengan tongkat kayu untuk memaksakan pengakuan. Mereka lalu dipindahkan ke penjara khusus, di mana mereka menjalani kerja paksa selama lebih dari 18 jam sehari,” kata Jung, usai memberikan kesaksian di Parlemen Eropa.

Para pembelot mengatakan, tekanan internasional terhadap isu pelanggaran HAM cendrung melemah, seiring pesatnya pengembangan senjata nuklir oleh militer Korea Utara.

Utamakan HAM

Sesi khusus di Parlemen Eropa diselenggarakan atas lobi Komite Hak Asasi Manusia Korea Utara (HRNK), sebuah wadah pemikir di Washington, AS.

"Kendati Korea Utara mengancam keamanan dunia, kita tidak boleh melupakan nasib 25 juta orang yang hidup di sana,” kata Michael Hoogeveen, anggota Parlemen Eropa.

"Tantangannya selama ini adalah bahwa isu HAM selalu terkubur oleh isu lain: militer, nuklir, peluru kendali, keamanan,” kata Greg Scarlatoiu, direktur HRNK. Menurutnya hak asasi manusia harus menjadi prioritas bagi dunia internasional.

Inisiatif HRNK bertolak pada 10 tahun pembentukan Komisi PBB untuk menginvestigasi pelanggaran HAM di Korut. "Tidak ada yang berubah dalam 10 tahun terakhir. Tidak ada sama sekali,” tukas Jung Gwang-il.

Hoogeven mengakui, masalah pelanggaran HAM di Korut selama ini kurang diperhatikan di lembaga internasional. "Meski ada diskusi dan tindakan oleh PBB, kita ternyata belum banyak membahas situasi di sana,” kata dia.

Baca juga: Kisah 1.000 Volvo Pesanan Korea Utara dari Swedia Tahun 1974, Tak Dibayar sampai Hari ini

Strategi dua kaki

Robert Collins, pakar Korut di HRNK, mengatakan program nuklir Pyongyang dan pelanggaran HAM di dalam negeri saling berkaitan.

"Contohnya, rezim Kim harus mengalihkan anggaran negara untuk membiayai program nuklir dan rudal, ketimbang membiayai program pangan untuk masyarakat,” kata dia, merujuk pada wabah kelaparan yang kian meluas di Korea Utara.

"Krisis pangan pada pertengahan 1990-an menewaskan 1,5 juta penduduk. Situasinya saat ini mendekati level yang sama,” imbuhnya.

Collins meyakini ujicoba peluru kendali teranyar oleh rezim Kim Jong Un membawa dua pesan, yakni ancaman "bahwa Pyongyang mampu menyerang aliansi Korsel dan AS setiap saat,” dan suntikan patriotisme bagi warganya sendiri di tengah wabah kelaparan.

Baca juga: Korea Utara Nyatakan Perang jika Uji Coba Rudal Ditembak Jatuh

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Konflik Nuklir Kaburkan Isu Pelanggaran HAM di Korut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com