Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Badan Nuklir PBB Cepat-cepat Selidiki Hilangnya Berton-ton Uranium di Libya

Kompas.com - 16/03/2023, 18:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Al Jazeera

TRIPOLI, KOMPAS.com – Badan nuklir PBB, International Atomic Energy Agency (IAEA), melaporkan sekutar 2,5 ton uranium hilang dari sebuah situs di Libya. Situs tersebut tidak berada di bawah kendali pemerintah.

Laporan tersebut disampaikan Kepala IAEA Rafael Grossi dalam sebuah pernyataan , sebagaimana dilansir Al Jazeera, Kamis (16/3/2023).

Grossi menuturkan, inspektur badan tersebut melaporkan hilangnya 10 drum berisi konsentrat bijih uranium dari sebuah situs di Libya.

Baca juga: 2,5 Ton Uranium Hilang di Libya

Dia menuturkan, IAEA akan melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai hilangnya uranium tersebut dan lokasinya saat ini.

Dalam sebuah pernyataan, IAEA mengatakan bahwa hilangnya uranium tersebut dapat menimbulkan masalah.

“Hilangnya pengetahuan tentang keberasaan bahan nuklir saat ini dapat menimbulkan risiko radiologis serta masalah keamanan nuklir,” kata IAEA.

Badan tersebutmenambahkan, untuk mencapai situs tempat uranium tersebut memerlukan perencanaan logistik yang rumit.

Baca juga: IAEA Temukan Partikel Uranium Iran Dekati Tingkat Bom Atom

Pada 2003, pemimpin Libya saat itu Muammar Gaddafi mengumumkan eliminasi program senjata nuklir, kimia, dan biologi setelah menggelar pembicaraan rahasia dengan AS dan Inggris.

Rezim Gaddafi sebelumnya memperoleh alat centrifuge yang dapat memperkaya uranium serta merancang informasi untuk bom nuklir.

Meski demikian, negara tersebut hanya mampu membuat sedikit kemajuan dalam menciptakan senjata nuklir.

Ketika negara tersebut diterpa pemberontakan yang didukung NATO dan jatuhnya Gaddafi pada 2022, Libya dilanda krisis politik.

Baca juga: Pria 60-an Tahun Ditangkap Setelah Temuan Uranium di Bandara Heathrow London

Negara tersebut jatuh ke dalam perang saudara. Kelompok-kelompok milisi saling membentuk aliansi dan mendapat dukungan asing yang memiliki kepentingan untuk saling berperang.

Kontrol politik di negara itu terbelah menjadi dua. Wilayah ibu kota Tripoli dan barat laut dikuasai pemerintah sementara. Di wilayah timur dipegang oleh tokoh militer Khalifa Haftar.

Kedua belah pihak terakhir kali terlibat dalam pertempuran skala besar pada 2020. Akan tetapi, pertempuran sporadis masih berlanjut.

Baca juga: Polisi Inggris Sita Paket Berisi Uranium di Bandara Heathrow London

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Al Jazeera

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com