Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Hitam Putih Dunia di Tangan Xi Jinping

Kompas.com - 16/02/2023, 10:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PROFESOR Stephen Mark Kotkin, sejarawan dari Princeton University, yang menulis tentang biografi Joseph Stalin, dalam sebuah diskusi bertajuk "Big Three" di Hoover Institution, Stanford University tahun 2021, meyakini bahwa Franklin Delano Roosevelt (FDR) dan Harry Truman melakukan kesalahan besar atas Stalin terkait dengan Partai Komunis China.

Menurut Kotkin, jelang berakhirnya Perang Dunia II, Stalin cenderung patuh pada permintaan Amerika Serikat (AS), karena banyaknya bantuan yang diberikan AS kepada Soviet untuk melawan Hitler di satu sisi dan politik akomodatif FDR atas Stalin selama Perang Dunia II di sisi lain.

Ketika FDR meminta Stalin untuk tidak menyerang Jepang di tanah China (maksud FDR agar Stalin tidak menginvasi China), Stalin mematuhinya. Saat FDR kemudian meminta Stalin ikut membantu AS mengalahkan Jepang setelah teater Eropa selesai, Stalin pun mematuhinya.

Baca juga: Rangkuman Pernyataan Xi Jinping di Kongres Partai Komunis China: dari Taiwan hingga Perang Dingin

Pasukan Merah sudah sampai di Korea dari sisi darat dan sudah memasuki Pulau Sakhalin jelang Hokaido dari sisi laut. Lalu Truman (setelah FDR meninggal) meminta Stalin berhenti di garis 38 peralel yang sekarang jadi batas Korut dan Korsel, Stalin lagi-lagi mematuhinya. Tentara Merah benar-benar berhenti di sana.

Lalu Truman meminta Stalin tidak menginvasi Jepang via laut. Stalin pun patuh, pasukan Merah berhenti di Pulau Sakhalin.

Kesimpulan Kotkin, jika saja Stalin diminta FDR atau Truman untuk masuk ke China menghabisi Partai Komunis China demi menyelamatkan Chiang Khai Sek, maka Stalin akan melakukannya. Kotkin tampaknya sangat yakin soal itu. Bahkan menurut Kotkin, Stalin adalah sosok yang paling tepat untuk menghabisi komunis China, "karena Stalin adalah orang yang paling mengetahui bagaimana cara membunuh komunis," kata Kotkin.

Semua peserta diskusi tertawa, termasuk peserta yang diundang untuk menonton live via zoom seperti saya. Tetapi pandangan tersebut muncul puluhan tahun kemudian, setelah AS menyadari betapa berbahayanya China hari ini jika dikaitkan dengan eksistensi supremasi AS di tingkat global.

Apalagi, Kotkin "misses the point" terkait FDR. FDR tentu tidak akan segegabah itu menyikapi sayap komunis. Lihat saja, setelah Revolusi Oktober 1917 di Rusia, AS memutus hubungan diplomatik dengan Soviet. Tetapi sesaat setelah FDR berkuasa tahun 1933, FDR membuka kembali hubungan diplomatik dengan Soviet.

Jadi sangat sulit dibayangkan FDR akan mengambil sikap seperti yang dikatakan Kotkin, yakni menghabisi komunis China dengan tangan Stalin. Itu bukanlah cara FDR.

AS yang Membesarkan China? 

Pandangan tersebut tak berbeda dengan penganut realisme politik internasional sekelas John Maersheimer. Dalam tulisannya di majalah Foreign Affair beberapa bulan lalu, John menyalahkan politik "engaggement" AS terhadap China.

AS-lah yang membesarkan China, kata John, via politik engaggement. AS menutup mata atas berbagai pelanggaran HAM di China, termasuk terbunuhnya ribuan mahasiswa di peristiwa Tianamen Square.

Sanksi hanya sebentar diterapkan. Lalu atas lobi Bush Senior, yang pernah menjabat sebagai kepala kantor perwakilan AS di Shanghai, sanksi pelan-pelan diangkat kembali.

AS mendorong Wall Street menyiramkan investasi secara masif di China, yang membuat negara lain ikut berinvestasi di sana. AS mendorong dedengkot Wall Street, termasuk mantan Secretary of State Hank Paulson yang mantan CEO Golmand Sach, untuk melejitkan perusahaan-perusahaan China ke tingkat global, mendorong perusahaan-perusahaan besar China go public di bursa global.

Namun nyatanya China tak pernah bercita-cita menjadi negara demokratis seperti yang diharapkan AS, kata John.

Namun sama seperti Kotkin, John juga "misses the point." AS diuntungkan oleh China. AS selama ini berhasil meredam inflasi karena barang impor dari China.

Baca juga: CIA: Ambisi Xi Jinping terhadap Taiwan Tak Boleh Diremehkan, Siap Luncurkan Invasi pada 2027

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com