Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karmel Hebron Simatupang
Akademisi UPH

Mahasiswa S3 di Department of Political Science, Tunghai University, Taiwan; Dosen Prodi HI Universitas Pelita Harapan.

Berharap Solusi Damai di Selat Taiwan

Kompas.com - 01/02/2023, 15:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu isu paling menarik untuk dicermati akhir-akhir ini adalah meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan. China, seperti ditulis berbagai media, berkomitmen untuk bertindak tegas dengan menggunakan kekuatan militer jika proses reunifikasi damai Taiwan dengan China terkendala.

Hal itu tertuang dalam buku putih China berjudul, “The Taiwan Question and China’s Reunification in the New Era”, Agustus 2022. Komitmen tersebut kemudian dipertegas lagi dalam kongres Partai Komunis China (PKC) pada 16 Oktober 2022, bahwa China tidak mengesampingkan opsi militer terkait persoalan Taiwan.

Dirilisnya buku putih tersebut merupakan bagian dari respons China atas kunjungan Nancy Pelosi, ketua DPR Amerika Serikat (AS), ke Taiwan pada 2 Agustus 2022. China juga melakukan latihan militer yang mengelilingi zona perbatasan laut dan udara Taiwan. Disebutkan, latihan ini merupakan salah satu yang terbesar dengan menggunakan peluru jarak jauh dan peluncuran uji coba rudal konvensional.

Baca juga: Februari Baru Dimulai, Puluhan Pesawat China Terdeteksi di Dekat Taiwan

Masalah Taiwan dan Dukungan AS

Di sisi lain, kehadiran Nancy Pelosi membawa pesan bahwa AS berkomitmen mendukung demokrasi Taiwan. China selalu merespon dengan latihan militer setiap kali ada intervensi dari pihak eksternal atau great power seperti AS terhadap Taiwan.

Contohnya, krisis uji coba misil 1995-1996, menyusul kunjungan mantan Presiden Taiwan Lee Teng-hui ke AS. Hal itu membuktikan betapa sensitifnya hubungan lintas-selat itu, situasi bisa memburuk hanya dalam semalam (Jiang, 2017). Selat Taiwan memisahkan Pulau Taiwan dengan daratan China (lebarnya 160km).

Kunjungan Nancy Pelosi menarik perhatian global karena dilakukan di tengah perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022. Beberapa pakar mengemukakan bahwa ketegangan berikutnya setelah perang Rusia-Ukraina tertuju ke Selat Taiwan.

Memang harus diakui, perang Rusia-Ukrania agak berbeda dengan ketegangan di Selat Taiwan, seperti yang berulangkali dinyatakan China. China menganggap, masalah Taiwan merupakan persoalan domestik. Namun, di sisi lain, ada persamaan, misalnya faktor dukungan AS dan Barat.

Pada berbagai kesempatan, Presiden AS, Joe Biden, menyatakan secara terbuka bahwa AS akan membela Taiwan jika China menginvasi Taiwan. Hal itu misalnya dinyatakan Biden saat ditanya wartawan dalam kunjungannya ke Jepang. Biden mengatakan, AS akan bersedia menggunakan kekuatan untuk mempertahankan Taiwan melawan China (3 Mei 2022).

Pada kesempatan yang lain, ketika wawancara dengan wartawan CBS dalam program “60 Minutes”, Biden mengatakan pasukan AS akan membela Taiwan yang demokratis jika terjadi invasi China. Ini pernyataannya yang keempat dan paling eksplisit tentang masalah tersebut sejak Biden menjabat (japantimes.co.jp, 19 September 2022).

Terkait bantuan ke Ukrania, AS sejauh ini hanya mengirimkan bantuan senjata dan keuangan ke negara itu. Menurut Biden, jika China menginvasi Taiwan, AS akan menurunkan personel militernya.

China kemudian melakukan latihan militer lanjutan pada akhir Desember 2022, lagi-lagi karena dukungan AS terhadap Taiwan yang mengesahkan Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional (NDAA) yang baru. Dalam undang-undang keamanan baru tersebut diatur tentang bantuan keamanan dan penyediaan senjata jalur cepat senilai 10 miliar dollar.

Sebagai bagian dari UU tersebut, ada desakan dari AS agar Taiwan mempersiapkan diri terhadap segala kemungkinan potensi invasi China terhadap Taiwan. Salah satunya adalah memperpanjang masa wajib militer bagi anak-anak muda Taiwan, dari 4 bulan menjadi 1 tahun penuh yang biayanya ditanggung sepenuhnya negara.

Hal itu akan dimulai di awal tahun 2024. Sebagian kalangan anak-anak muda, sebenarnya kurang menyukai hal itu. Namun, Pemerintah Taiwan tidak bisa mengelak, karena hal itu juga permintaan AS.

Baca juga: Hadapi China, Taiwan Izinkan Wanita Jadi Pasukan Cadangan

Wajib militer itu boleh dikatakan sebagai persiapan pertahanan diri jika Taiwan nanti berhadapan langsung dengan China. Taiwan ingin benar-benar siap tanpa atau dengan bantuan negara lain.

China dengan kata lain merasa diganggu terus oleh AS. Seperti sebuah takdir dalam perebutan dominasi dalam sistem politik internasional. China sangat khawatir dengan keamanannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com