Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Eskalasi Konflik Geoekonomi Semikonduktor AS-China

Kompas.com - 09/01/2023, 12:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELAIN menghadapi dampak perang Ukraina-Rusia yang dimulai tahun lalu, tahun ini dunia juga menyaksikan perang lain yang disebut perang semikonduktor atau perang chip. Persaingan antara Amerika Serikat (AS) dan China kian ketat untuk menguasai chip dunia.

Semikonduktor atau chip telah menjadi bagian integral dari industri elektronik dan militer global. Semikonduktor alias chip merupakan material penting yang memiliki konduktivitas antara konduktor dan isolator.

Semikonduktor dapat terdiri dari unsur murni seperti germanium atau silikon. Semikonduktor digunakan dalam peralatan dan perangkat elektronik termasuk dioda, transistor, sirkuit terintegrasi, produk konsumen seperti ponsel, laptop, konsol game, microwave, mobil.

Baca juga: Semikonduktor, “Senjata Rahasia yang Mungkin Bisa Buat Taiwan Tak Jadi Ukraina Berikutnya

Tak heran, sekarang chip dijuluki sebagai "the new oil” dan "A 21st century horse shoe nail”. Julukan tersebut lahir karena semikonduktor adalah komponen inti dalam industri manufaktur utama saat ini.

AS dan negara-negara Asia seperti Taiwan, China, Korea Selatan, dan Jepang merupakan produsen semikonduktor terbesar di dunia. Taiwan, China, perusahaan Korea Selatan menguasai 87 persen pasar global.

Lantas, apa penyebab di balik perang chip ini, bagaimana situasi saat ini, apa implikasinya di masa depan dan siapa yang akan memenangkan perang ini?

Pada pertemuan G20 di Bali pada November lalu, China dan AS menyampaikan harapan bahwa kedua negara adidaya itu akan menemukan jalan untuk mencegah konflik yang lebih buruk di tahun 2023. Sayangnya, harapan hanya tinggal harapan, persaingan geoekonomi chip kian memanas.

Tampaknya tidak ada pihak yang mau berkompromi. Washington akan terus mencari cara untuk mengisolasi Beijing secara politik dan menghambat perkembangan teknologinya. Bahkan, Jepang dan Belanda pun setuju bergabung dengan AS dalam memperketat kontrol ekspor mesin pembuat chip canggih ke China.

Sementara China diprediksi akan terus menekan Taiwan, menopang hubungan dengan Rusia demi mencapai swasembada chip. Sementara itu, China menyebut kontrol itu sebagai "technology terrorism".

 

China Gugat AS ke WTO

China bahkan telah mengajukan tuntutan terhadap AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas kontrol ekspor semikonduktor dan teknologi terkait lainnya. Ini adalah kasus WTO pertama yang diajukan Beijing terhadap AS sejak Presiden Joe Biden menjabat pada Januari 2021.

Dalam pengajuannya ke WTO, China menuduh AS menyalahgunakan kontrol ekspor untuk mempertahankan kepemimpinannya dalam sektor sains, teknologi, teknik, dan manufaktur. Bagi China, ini adalah masalah kerentanan strategis, karena China saat ini sangat bergantung pada impor chip dari pesaing geopolitik seperti Taiwan, Jepang, dan AS.

Bagi AS, kemajuan China dalam pembuatan chip mengancam keunggulan militer yang telah menopang kekuatan militer AS selama beberapa dekade. China diprediksi akan mengungguli AS dalam hal sejumlah sistem yang digunakan di wilayah yang diperebutkan seperti Selat Taiwan.

Jadi, strategi AS adalah untuk tetap berada di depan China dalam hal kemampuan komputasi dan berharap keunggulan dalam daya komputasi ini diterjemahkan ke dalam sistem militer yang lebih mumpuni.

Baca juga: Provokator Semikonduktor

Sedangkan AS adalah penguasa semikonduktor di pasar dunia yang nilai pangsa pasarnya mencapai lebih dari 200 miliar dolar AS tahun 2020 dan menguasai 50 persen ekspor semikonduktor dunia. Namun, AS masih bergantung pada Taiwan untuk mengekspor semikonduktor.

Di sisi lain, China kini menjadi aktor utama yang muncul dalam kontestasi semikonduktor dunia. Industri semikonduktornya telah berkembang sejak 2015. Asosiasi Industri Semikonduktor berharap China dapat mengungguli Taiwan tahun 2030 dengan pangsa pasar 24 persen dan didukung oleh inisiatif "Made in China 2025".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com