Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siap-siap, Pemulihan Ekonomi China Berpotensi Lecutkan Inflasi Dunia

Kompas.com - 14/12/2022, 20:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

BEIJING, KOMPAS.com - Ketika pelaku usaha merayakan berakhirnya pembatasan pandemi di China, analis meyakini pemulihan ekonomi di sana akan memicu masalah lain di dunia, termasuk mempercepat laju kenaikan inflasi.

Dunia menghela napas ketika China melonggarkan pembatasan pandemi Corona yang kembali menggiatkan sentra produksi di dalam negeri. Keputusan itu dianggap sebagai kesediaan Beijing untuk meninggalkan kebijakan nol-Covid dan meminimalisasi risiko infeksi tanpa pembatasan sosial.

Kebijakan restriktif yang ketat sempat membuat anjlok neraca impor China yang menukik 10,6 persen pada November silam, ketika nilai ekspor juga turun sebesar 8,7 persen. Menurut data yang diterbitkan pemerintah pekan lalu, aktivitas di sektor manufaktur juga berada di level terendah sejak pandemi, menyusul lockdown dan pembatasan logistik.

Baca juga: China Minta Warganya Keluar dari Afghanistan Secepat Mungkin Usai Serangan ISIS di Hotel Kabul

Pemimpin dunia usaha global sebabnya menyambut keterbukaan di Beijing. Langkah itu tidak hanya akan menggiatkan kembali perekonomian lokal, tetapi juga mengamankan rantai pasokan dan dengan begitu menopang pertumbuhan global

"Kinerja ekonomi China tidak hanya berpengaruh di China saja, tetapi juga bagi dunia perekonomian," kata Direktur Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva dalam sebuah jumpa pers di Huangshan.

Berakhirnya kebijakan nol-Covid akan menghilangkan sejumlah ketidakpastian yang menimpa dunia akibat pandemi, perang di Ukraina dan krisis iklim, imbuh Direktur Jendral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala dalam kesempatan yang sama.

Meski analis meyakini pertumbuhan ekonomi China akan kokoh tahun depan, risiko infeksi juga akan meningkat menyusul normalisasi kehidupan publik, terutama di sekitar Tahun Baru China pada Januari, ketika sebagian besar warga akan berpergian.

Baca juga: Rumah Sakit China Kewalahan, Kekurangan Tenaga Medis Paksa yang Terinfeksi Tetap Masuk

Laju infeksi berakselerasi?

Ledakan angka penularan dikhawatirkan akan memicu kelangkaan tenaga kerja seperti yang dialami negara-negara Barat.

"Akan ada kekacauan," kata Jeffrey Goldstein, konsultan bisnis di Shanghai. "China tertinggal selama tiga tahun. Apa yang akan terjadi di China sudah terjadi di negara lain di dunia," imbuhnya.

Asosiasi Produsen Otomotif China juga mewanti-wanti terhadap lonjakan kasus infeksi yang bisa memicu "dampak luar biasa" terhadap pasar otomotif tahun depan.

Pembukaan diprediksi akan dimulai secara hati-hati. Sebab itu pertumbuhan pesat ekonomi baru akan dicatat pada paruh kedua 2023, kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust, lembaga keuangan yang belum lama ini memangkas prediksi pertumbuhan di kwartal pertama dari 5 persen menjadi hanya 3,5 persen.

Zhiwei Zhang, ekonom senior di Pinpoint Asset Management, memperkirakan neraca ekspor yang lemah selama beberapa bulan ke depan menyusul pembukaan yang berliku bagi China, kata dia, sembari menambahkan bahwa Beijing harus mengandalkan pasar domestik selama 2023 karena lemahnya ekonomi global.

Baca juga: Sengketa Perbatasan China-India Kembali Memanas

Inflasi meningkat?

Sejumlah analis juga memperingatkan terhadap lonjakan angka inflasi menyusul pembukaan di China. Fenomena itu ditengarai mampu memperparah situasi inflasi di negara lain.

"Pembukaan yang berantakan dan lonjakan inflasi ketika perekonomian kembali aktif akan menjadi risiko terbesar bagi China," tulis Eastspring Investments dalam laporannya pekan ini.

Laporan itu mencatat, pemulihan di China akan mencuatkan harga bahan bakar di dunia, yang saat ini pun sudah mendorong laju inflasi di mana-mana. Sebabnya biaya hidup di banyak negara ditaksir akan terus meningkat.

China sejauh ini tergolong aman dari kenaikan harga barang sejak invasi Rusia ke Ukraina, Februari silam. Harga meningkat sebanyak 3 persen pada September silam dan kembali bertengger di kisaran 1,3 persen pada November. Angka tersebut tergolong kecil dibandingkan lonjakan harga di banyak negara Barat yang telah melampaui 10 persen.

Baca juga: Hotel Kabul yang Populer di Kalangan Warga Negara China Diserang ISIS, Ada Ledakan dan Rentetan Tembakan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com