TOKYO, KOMPAS.com - Tokyo meluncurkan skema sertifikat kemitraan untuk pasangan sesama jenis, yang memungkinkan mereka untuk pertama kalinya diperlakukan sebagai pasangan menikah dalam layanan publik tertentu.
Kebijakan baru ini belum memberi kesetaraan pernikahan untuk pasangan sesama jenis seluruhnya di Jepang.
Meski demikian, beberapa orang berharap kebijakan ini bisa menjadi langkah menuju masa di mana seluruh Jepang bisa merangkul kesetaraan.
Baca juga: Singapura Akan Cabut UU Era Kolonial yang Mengkriminalisasi Seks Gay
Jepang saat ini menjadi satu-satunya negara dalam kelompok negara maju G7 yang tidak mengakui serikat sesama jenis.
Adapun jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan sebagian besar orang Jepang mendukung pernikahan sesama jenis.
Menurut survei yang dilakukan pada 2021 oleh penyiar publik Jepang NHK, 57 persen mendukung, sementara hanya 37 persen menentang.
Terlepas dari dukungan luas ini, pengadilan distrik di Osaka memutuskan awal tahun ini bahwa larangan pernikahan sesama jenis yang ada adalah konstitusional.
Kemudian, pada Oktober, Noboru Watanabe (perwakilan lokal untuk Partai Demokrat Liberal yang berkuasa) menyebut pernikahan sesama jenis "menjijikkan". Komentar itu banyak dikritik.
Namun ada gerakan menuju kesetaraan yang lebih besar di “Negeri Sakura”.
Baca juga: Aplikasi Kencan Gay Grindr Hilang dari App Store China
Skema yang diluncurkan di wilayah metropolitan Tokyo pertama kali diajukan di salah satu distriknya pada 2015. Sejak itu gerakannya menyebar ke sembilan distrik lagi dan enam kota di barat wilayah metropolitan, menurut situs berita Asahi Sinbun.
Dilansir dari BBC pada Selasa (1/11/2022), skema baru yang meluas di kota metropolitan itu akan berlaku bagi semua wilayah kota, dan penduduknya 14 juta.
Sertifikat kemitraan - yang juga telah diperkenalkan di delapan prefektur lain di seluruh Jepang - akan memungkinkan pasangan sesama jenis diperlakukan sama seperti pasangan menikah dalam hal perumahan, obat-obatan, dan kesejahteraan.
Tapi itu tidak akan membantu dengan masalah seperti adopsi, warisan dan visa pasangan, menurut koresponden Jepang BBC Rupert Wingfield-Hayes.
Siapa pun yang berusia di atas 18 tahun yang tinggal atau bekerja di Tokyo diizinkan untuk mendaftar, dengan 137 aplikasi telah diajukan pada Jumat (28/10/2022).
Baca juga: Masjid di Berlin Jerman Kibarkan Bendera Pelangi untuk Dukung LGBT
Untuk pasangan seperti Miki dan Katie, sertifikat itu menghilangkan beban pikiran mereka.
"Ketakutan terbesar saya adalah bahwa kami akan diperlakukan sebagai orang asing dalam keadaan darurat," kata Miki - yang meminta mereka hanya disebut dengan nama depan - kepada kantor berita AFP.
Soyoka Yamamoto - seorang juru kampanye hak-hak LGBT yang termasuk orang pertama yang mengumpulkan sertifikatnya pada Selasa (1/11/2022).
Kepada wartawan dia mengatakan dengan tulus berharap "kita dapat mempercepat upaya untuk menciptakan masyarakat di mana hak-hak minoritas seksual dapat dilindungi, dan dibuat lebih setara".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.