Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis akibat Invasi Rusia ke Ukraina Justru Percepat Transisi Energi

Kompas.com - 27/10/2022, 15:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Reuters

LONDON, KOMPAS.com – Krisis energi akibat invasi Rusia ke Ukraina tahun ini bakal mengubah lanskap energi global dan membantu mempercepat transisi energi hijau.

Hal tersebut disampaikan pemantau energi global, International Energy Agency (IEA), pada Kamis (27/10/2022) melalui laporan tahunannya terbaru, World Energy Outlook.

IEA mengatakan, perekonomian dunia telah dihantam oleh krisis energi akibat berkurangnya suplai minyak, gas alam, dan batu bara Rusia.

Baca juga: Di Tengah Ancaman China, Taiwan Genjot Stok Energi, Bersiap Hadapi Krisis

Namun, hal tersebut justru mempertahankan skenario terbaik untuk lingkungan di mana tidak ada investasi baru untuk proyek-proyek energi fosil.

IEA menuturkan, krisis energi global menyebabkan perubahan-perubahan besar sekaligus tahan lama yang dapat mempercepat transisi energi.

“Pasar-pasar dan kebijakan-kebijakan energi telah berubah sebagai akibat invasi Rusia ke Ukraina, tidak hanya untuk saat ini, melainkan juga untuk puluhan tahun mendatang,” kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol dalam publikasi tersebut.

Birol menuturkan, dunia energi berubah secara dramatis di depan mata.

Baca juga: Ukraina Terkini: Rusia Disebut Luncurkan Serangan Besar-besaran Baru, Targetkan Jaringan Energi Ukraina

“Berbagai respons dari perintah di seluruh dunia berjanji untuk membuat perubahan yang bersejarah dan definitif terhadap sistem energi yang lebih bersih, lebih terjangkau, dan lebih aman,” tutur Birol.

IEA berujar dalam laporannya, investasi energi bersih di dunia diperkirakan melonjak menjadi lebih dari 2 triliun dollar AS dalam setahun pada 2030.

IEA menambahkan, pasar-pasar energi internasional mengalami reorientasi yang besar pada 2020-an ketika negara-negara di dunia menyesuaikan macetnya aliran energi dari Rusia ke Eropa.

Tahun lalu, IEA mengejutkan industri energi dengan menyampaikan bahwa permintaan yang lebih rendah serta moncernya bahan bakar rendah emisi membuat ladang minyak serta gas baru setelah tahun 2021 tidak diperlukan dalam skenario nol emisi yang paling ramah iklim.

IEA menyebutkan, Rusia sebagai eksportir energi fosil terbesar dunia tidak akan pernah mendapatkan kembali posisinya dalam suplai energi global dibandingkan sebelum invasi ke Ukraina.

Baca juga: Kanselir Jerman Scholz: Putin Gunakan Energi Sebagai Senjata

Suplai energi fosil Rusia di perdagangan energi dunia akan turun menjadi 13 persen pada 2030. Padahal, Rusia menyuplai 20 persen perdagangan energi dunia pada 2021.

IEA menuturkan, permintaan berbagai jenis energi fosil di dunia akan mencapai puncaknya untuk kali pertama dalam sejarah permodelan lembaga tersebut.

Emisi dari bahan bakar fosil yang menyebabkan perubahan ilklim juga bakal mencapai puncaknya pada 2025 ketika penggunaan batu bara anjlok dalam beberapa tahun mendatang.

Sementara itu, permintaan gas alam akan mencapai puncaknya pada 2030 dan kebutuhan minyak bakal turun di pertengahan 2030-an sebelum akhirnya anjlok.

“Salah satu efek dari aksi Rusia adalah bahwa era pertumbuhan pesat permintaan gas alam segera berakhir,” kata IEA.

Baca juga: Diterpa Krisis Energi, KTT Uni Eropa Diperkirakan Alot

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com