MOSKWA, KOMPAS.com – Presiden Rusia Vladimir Putin butuh mengorbankan 20 juta tentara Rusia untuk memenangi perang di Ukraina dan memastikan kelangsungan politiknya.
Hal tersebut disampaikan mantan Duta Besar Rusia untuk PBB Boris Bondarev kepada Beth Rigby dari Sky News.
Bondarev mundur dari jabatannya karena invasi Rusia ke Ukraina.
Dia menambahkan, keberuntungan Putin sudah berakhir, sebagaimana dilansir Sky News, Minggu (23/10/022).
Baca juga: Putin dan Kim Jong Un Beri Selamat ke Xi Jinping, Ini yang Disampaikan
“Saya pikir 20 tahun dia berkuasa sangat beruntung baginya. Dia tidak pintar, dia hanya beruntung. Sekarang saya pikir keberuntungannya sudah berakhir,” ujar Bondarev.
Bondarev menyebut Putin saat ini sangat putus asa. Putin disebut Bondarev bahkan siap mengorbankan lebih dari sepersepuluh penduduk Rusia tewas dalam konflik.
“Setelah kalah perang, dia harus menjelaskan kepada elitenya dan penduduknya mengapa demikian dan dia mungkin menemukan beberapa masalah dalam menjelaskan hal ini,” ujar Bondarev.
Bondarev menuturkan, ada beberapa kemungikinan yang terjadi, salah satunya adalah oposisi yang akan mencoba menggulinggkannya.
Baca juga: Kanselir Jerman Scholz: Putin Gunakan Energi Sebagai Senjata
“Atau dia akan mencoba membersihkan bawahannya untuk menemukan beberapa orang yang bisa disalahkan atas semua masalah ini. Akan ada periode gejolak internal,” ucap Bondarev.
“Anda seharusnya tidak meragukannya, dia mungkin mengorbankan 10 atau 20 juta orang Rusia hanya untuk memenangi perang ini hanya untuk membantai semua orang Ukraina karena ini masalah prinsip. Ini masalah kelangsungan hidup politik baginya,” lanjut Bondarev.
“Anda harus memahami bahwa, jika dia kalah perang, itu akan menjadi akhir baginya,” lanjut Bondarev.
Sebelumnya, Putin telah mengumumkan wajib militer melalui mobilisasi parsial untuk lebih banyak merekrut tentara muda guna diterjunkan ke Ukraina.
Baca juga: Media Rusia: Indonesia Siap Fasilitasi Pertemuan Putin dan Biden di KTT G20
Bondarev, yang saat ini tinggal di Jenewa, mengaku memutuskan untuk berhenti dari jabatannya ketika tank Rusia melintasi perbatasan Ukraina pada Februari. Akan tetapi, dia tidak bisa benar-benar resign sampai Mei.
“Saya memiliki beberapa urusan yang harus diselesaikan sebelum saya berhenti. Kucing saya ada di Moskwa saat itu, jadi kami harus membawanya kembali ke Jenewa dan butuh waktu tiga bulan,” tutur Bondarev.