Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB: 50 Juta Orang Terjebak dalam Perbudakan Modern, Apa Maksudnya?

Kompas.com - 13/09/2022, 11:30 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber CNN

JENEWA, KOMPAS.com - Dari pandemi Covid-19 hingga krisis iklim, bencana selama lima tahun terakhir telah menjungkirbalikkan kehidupan sehari-hari.

Sebuah laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menunjukkan bahwa di banyak negara, ketidakpastian ekonomi mendorong jutaan orang ke dalam perbudakan modern.

ILO bahkan mendapati ada 50 juta orang di seluruh dunia yang menjadi korban pernikahan paksa dan kerja paksa. Hal ini naik 25 persen dari perkiraan terakhir pada 2016.

Baca juga: 35 Gadis Remaja Jadi Budak Seks, Dipaksa Melahirkan dan Jual Bayinya

Data terbaru tersebut terungkap dalam laporan yang diterbitkan pada Senin (12/9/2022) oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) atau Badan Migrasi PBB.

Perbudakan modern mengacu pada kerja paksa dan pernikahan paksa, ketika seseorang tidak dapat menolak untuk mematuhi atau melarikan diri karena ancaman, kekerasan dan penipuan.

Para peneliti melakukan serangkaian survei di lebih dari 180 negara untuk mendapatkan hasil mereka.

Menurut laporan itu, Covid-19, konflik bersenjata, dan krisis iklim menyebabkan "gangguan yang belum pernah terjadi sebelumnya" pada pekerjaan dan pendidikan.

Baca juga: Cerita Kapal Pengangkut Budak Terakhir dari Afrika ke AS

Hal ini mengarah pada peningkatan kemiskinan, migrasi yang tidak aman, dan kekerasan berbasis gender. Poin ini adalah semua risiko untuk perbudakan modern.

Namun direktur jenderal ILO, Guy Ryder, mengatakan tidak ada yang bisa membenarkan berlanjutnya pelanggaran mendasar hak asasi manusia ini.

"Kami tahu apa yang perlu dilakukan, dan kami tahu itu bisa dilakukan. Kebijakan dan regulasi nasional yang efektif adalah fundamental. Tapi pemerintah tidak bisa melakukan ini sendirian," katanya, dikutip dari CNN.

Laporan tersebut mengatakan undang-undang yang lebih baik, perlindungan hukum yang lebih kuat dan dukungan yang lebih besar untuk perempuan, anak dan orang-orang yang rentan dapat secara signifikan mengurangi atau bahkan suatu hari, mengakhiri perbudakan modern.

Baca juga: Ruang Budak Ditemukan di Pompeii, Ungkap Sulitnya Hidup Warga Miskin 2.000 Tahun Lalu

Diperkirakan 22 juta orang hidup dalam pernikahan yang dipaksakan, kata laporan itu, yang meningkat 43 persen dari angka tahun 2016.

Lebih dari dua pertiga dari mereka yang dipaksa menikah adalah perempuan dan anak perempuan, menurut laporan tersebut, menempatkan mereka pada risiko eksploitasi dan kekerasan seksual yang lebih besar.

Lebih banyak orang di Asia dan Pasifik melakukan pernikahan paksa, tetapi ketika ukuran populasi diperhitungkan, para peneliti menemukan bahwa pernikahan paksa lebih banyak terjadi di negara-negara Arab.

Covid-19 telah "memperburuk pendorong yang mendasari semua bentuk perbudakan modern, termasuk pernikahan paksa," kata laporan itu.

Baca juga: Taliban Minta Daftar Gadis dan Janda untuk Dinikahi sebagai Budak

Di beberapa negara, penguncian mencegah pekerja berupah harian untuk mendapatkan uang, dan dengan sekolah ditutup, beberapa keluarga mengirim anak-anak mereka untuk bekerja untuk membantu menyiapkan makanan.

Ibu kota India, Delhi, mengalami salah satu penguncian sekolah terlama di dunia karena pandemi, memaksa lebih dari 4 juta anak keluar dari ruang kelas selama lebih dari 600 hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNN

Terkini Lainnya

Interpol Ungkap Fakta Jaringan Global Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

Interpol Ungkap Fakta Jaringan Global Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

Global
Ukraina Jatuhkan 26 Drone Rusia dalam Semalam

Ukraina Jatuhkan 26 Drone Rusia dalam Semalam

Global
Jembatan Baltimore Runtuh, Apa Penyebab Pastinya dan Siapa Bertanggung Jawab?

Jembatan Baltimore Runtuh, Apa Penyebab Pastinya dan Siapa Bertanggung Jawab?

Global
Kisah Padmarajan, Orang India yang Kalah 238 Kali di Pemilu, Pantang Menyerah dan Akan Maju Lagi

Kisah Padmarajan, Orang India yang Kalah 238 Kali di Pemilu, Pantang Menyerah dan Akan Maju Lagi

Global
Apakah Resolusi PBB Tentang Gencatan Senjata di Gaza Mengikat Israel?

Apakah Resolusi PBB Tentang Gencatan Senjata di Gaza Mengikat Israel?

Internasional
Indonesia-Singapore Business Forum 2024 Bahas Arah Kebijakan Ekonomi RI Usai Pemilu

Indonesia-Singapore Business Forum 2024 Bahas Arah Kebijakan Ekonomi RI Usai Pemilu

Global
Tambah 2 Korban, Total Kematian akibat Suplemen Jepang Jadi 4 Orang

Tambah 2 Korban, Total Kematian akibat Suplemen Jepang Jadi 4 Orang

Global
Sapi Perah di AS Terdeteksi Idap Flu Burung

Sapi Perah di AS Terdeteksi Idap Flu Burung

Global
2 Jasad Korban Runtuhnya Jembatan Francis Scott Ditemukan

2 Jasad Korban Runtuhnya Jembatan Francis Scott Ditemukan

Global
Thailand Menuju Pelegalan Pernikahan Sesama Jenis

Thailand Menuju Pelegalan Pernikahan Sesama Jenis

Internasional
Anak Kecil Tewas Tersedot Pipa Selebar 30-40 Cm Tanpa Pengaman di Kolam Hotel

Anak Kecil Tewas Tersedot Pipa Selebar 30-40 Cm Tanpa Pengaman di Kolam Hotel

Global
Kebijakan Kontroversial Nayib Bukele Atasi Kejahatan di El Salvador

Kebijakan Kontroversial Nayib Bukele Atasi Kejahatan di El Salvador

Internasional
Rangkuman Hari Ke-763 Serangan Rusia ke Ukraina: 2 Agen Rusia Ditangkap | Ukraina-Rusia Saling Serang

Rangkuman Hari Ke-763 Serangan Rusia ke Ukraina: 2 Agen Rusia Ditangkap | Ukraina-Rusia Saling Serang

Global
Kepala Intelijen Rusia ke Korea Utara, Bahas Kerja Sama Keamanan

Kepala Intelijen Rusia ke Korea Utara, Bahas Kerja Sama Keamanan

Global
Pemimpin Hamas: Israel Keras Kepala dan Ingin Perang Terus Berlanjut

Pemimpin Hamas: Israel Keras Kepala dan Ingin Perang Terus Berlanjut

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com