TANGGAL 11 September 2001 telah terjadi peristiwa serangan teroris terhadap Amerika Serikat menggunakan pesawat terbang sipil komersial.
Hari itu, pesawat American Airlines Boeing 767 yang memuat 20.000 galon bahan bakar jet menabrak North Tower Gedung World Trade Center di New York City pada pukul 08.45 waktu setempat.
Berikutnya, lebih kurang 18 menit kemudian, Boeing 767 United Airlines 175 menghantam South Tower pada gedung yang sama.
Tidak berselang lama, Pesawat American Airlines Flight 77 menerabas sisi Gedung Pentagon, Markas Besar Angkatan Perang Amerika Serikat.
Diikuti kemudian pesawat ke empat United Airlines 193 yang jatuh di dekat Pennsylvania yang konon mengarah ke Gedung Putih.
Hampir 3.000 orang berasal dari 78 kewarganegaraan tewas pada pagi itu, menjadi korban serangan teroris menggunakan pesawat terbang sipil komersial rute domestik.
Teroris yang menyerang Amerika Serikat menggunakan pesawat terbang sipil telah menempatkan jaringan penerbangan sipil komersial dalam negeri sebagai “global potential threat”.
Kerugian yang diderita mencapai miliaran dollar AS dan ribuan nyawa melayang seketika.
Penerbangan sipil komersial rute dalam negeri terpaksa diberlakukan dan dicatat khusus sebagai salah satu potensi ancaman serius terhadap Keamanan Nasional Amerika Serikat.
Jajaran sistem pertahanan udara Amerika yang kesohor canggih seolah dipermalukan oleh peristiwa ini.
Tercatat walaupun NEADS (North East Air Defence Sector) sempat menerbangkan dua Pesawat F-15 yang standby untuk berusaha menggagalkan serangan, pesawat teroris telah terlanjur meruntuhkan Twin Tower beberapa menit sebelumnya.
Sejak peristiwa yang dikenal kemudian dengan sebutan tragedi 9/11 itulah, maka pemerintah Amerika Serikat melakukan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas penerbangan sipil komersial terutama pada rute domestik.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah membentuk Departement of Homeland Security serta merestrukturisasi pengelolaan penerbangan di dalam negeri.
Tindakan awal dan segera adalah dengan memadukan pengaturan lalu lintas penerbangan sipil dan militer, dikenal sebagai Civil Military Air Traffic Flow Management System.
Pelajaran mahal yang diperoleh dari 9/11, adalah kesadaran tentang prioritas keselamatan penerbangan sipil saja ternyata tidak cukup dalam melindungi martabat dan eksistensi Amerika Serikat sebagai bangsa.