SEBELUM menduduki posisi sekretaris jenderal Partai Komunis China dan Presiden Negeri Tirai Bambu, sebagai seorang gubernur, secara prestasi sebenarnya kinerja Xi Jinping terbilang rata-rata air alias tak ada yang benar-benar menonjol.
Ada faktor keberuntungan dan campur tangan "king maker" juga di dalam karir politiknya.
Sebelum jadi Gubernur, sebagaimana ditulis oleh Kerry Brown dalam bukunya beberapa tahun lalu, "CEO, Xi, and China, " setelah Xi menjadi wakil gubernur Fujian, Xi punya jatah satu kursi di Komite Sentral Politbiro.
Kapasitas anggota kala itu hanya 150 dan Xi berada di urutan ke 151. Harusnya, Xi perlu bersabar lagi menunggu.
Tapi kebijakan Jiang Zemin yang melebarkan jumlah kursi menjadi 151, membuat Xi akhirnya duduk di Sentral Komite, yang mempercepatnya membangun jaringan elite di politbiro.
Kemudian, saat Xi jadi Gubernur Zejhiang, nama Xi masuk ke dalam daftar tiga gubernur yang diisukan sebagai kandidat sekretaris jenderal partai sekaligus kandidat presiden pengganti Hu Jintao.
Ketiganya adalah "satu Xi dua Li": Xi Jinping, Li Yuanchao, dan Li Keqiang, plus satu bakal kandidat viral dari Congqing, Bo Xilai.
Kekuatan ketiganya terhitung setara, sementara Bo Xilai menang dari sisi viralitas karena menghidupkan kembali spirit Mao Zedong.
Tapi keterlibatan general secretary partai CCP cabang Shanghai (backing kelas berat Bo Xilai) dalam kasus korupsi tahun 2007, membuat kursi tertinggi CCP Shanghai kosong (Catatan tambahan, menjabat sebagai petinggi partai di Shanghai ibarat menjadi gubernur DKI Jakarta. Begitulah langkah Ziang Jemin sebelum jadi general secretary CCP).
Akhirnya Xi sembari menjabat gubernur Zejhiang berpindah posisi dari general secretary CCP Zhejiang ke posisi general secretary CCP Shanghai.
Sebuah lompatan yang membuat Li Keqiang dan Li Yuanchao menjadi kalah prestise secara politik di satu sisi dan hilangnya backing politik Bo Xilai di Shanghai di sisi lain.
Saat di posisi itulah Xi jadi pimpro Olimpiade 2008, seiring dengan peningkatan karir Xi menjadi wakil presiden Hu Jintau sampai tahun 2013, alias semakin unggul dua langkah dari kedua sainganya.
Di sisi lain, setelah kehilangan backing politik, Bo Xilai yang viral sebagai kandidat kuat karena menyuarakan neo-maoisme, new conservative of communism, justru tersangkut kasus lain.
Istrinya terbukti di dalam persidangan terlibat dalam kasus pembunuhan seorang pengusaha Inggris.
Tak terelakan, kasus tersebut menamatkan karir politik Bo Xilai di CCP dan menyisakan laga di mana Xi lebih unggul satu langkah di depan kedua kompetitornya, karena menjabat secretary general CCP Shanghai yang kemudian naik menjadi wakil presiden.
Konstelasi politiknya kala itu adalah bahwa Xi Jinping dicandra sebagai orangnya Ziang Zemin (king maker), Li Keqiang dipersepsi sebagai orangnya Hu Jintao (king maker dan presiden kala itu), dan Xi Juanchon sebagai perwakilan kekuatan elit-elit konservatif di dalam CCP.
Ketiganya tergolong "princeling" (anak-anak para elite pendiri partai)" alias anak-anak dari mantan elite-elite CCP di era awal.
Walhasil, mereka bagi-bagi posisi. Xi jadi general secretary CCP lalu jadi presiden, Li Keqiang menjadi premier alias perdana menteri, dan Xi Juanchon jadi wakil presiden Xi sampai 2018.
Anak seorang sales mobil, dijangkiti gejala susah bicara sejak kecil, jika tak memiliki pelindung sekelas ibunya, maka Biden kecil akan berhenti sekolah sejak dini karena bukan hanya teman-temannya yang merendahkannya, gurunya pun ikut meledek gaya bicara gagapnya.
Awal cerita, di akhir tahun 1940-an, seorang anak gagap di salah satu sekolahan Katholik Delaware diminta oleh gurunya untuk mengulang kalimat yang dibacakannya.
Karena punya gejala susah bicara alias gagap, sang anak gagal mengulangnya secara mulus. Ia gagap mengulang beberapa kata dalam kalimat yang diminta.