Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Felix Wijaya
Business Analyst

Pemerhati dan penggiat ekonomi

Mencermati Tingkat Inflasi Lebanon yang Capai 211 Persen

Kompas.com - 22/06/2022, 18:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GEJOLAK ekonomi tahun 2022 berdampak hampir ke semua negara di dunia. Krisis dimulai sejak pandemi Covid-19 dan kemudian perang antara Rusia dan Ukraina menjadi mimpi buruk baru karena perang itu merembet pada sektor pangan dan energi dunia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, adanya 60 negara di dunia yang perekonomiannya diperkirakan akan ambruk. Dari 60 itu, 42 di antaranya sudah dipastikan menuju ambruk.

Data tersebut diperoleh Presiden Jokowi dari International Monetary Fund (IMF). Hal itu kemudian Presiden jelaskan dalam Rakernas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada Selasa (21/6/2022).

Baca juga: Jokowi: Perang Bikin Pusing Semua Negara, Perdalam Krisis Ekonomi Dunia

Hal ini tentu menjadi rambu kuning bagi pemerintah tiap negara untuk bisa mengontrol inflasi dengan melakukan kebijakan moneter.

Menurut data Trading Economics, negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia pada Mei 2022 (year on year) adalah Lebanon dengan tingkat inflasi 211,43 persen. Di bawahnya ada Sudan dengan 192,20 persen, Venezuela 167,15 persen; Suriah 139,46 persen, dan Zimbabwe 131,70 persen.

Nilai mata uang anjlok 90 persen

Nilai mata uang Lebanon kini kehilangan hampir 90 persen dan lebih dari separuh populasi di negara itu jatuh dalam kemiskinan. Nilai tukar pound Lebanon yang merosok sejak 2019 seharusnya mendorong ekspor.

"Ini tidak terjadi," kata Bank Dunia karena terhalang oleh fundamental ekonomi sebelum krisis, kondisi global, dan lingkungan kelembagaan yang masih menjadi persoalan.

Duta Besar Indonesia untuk Lebanon, Hajriyanto Y Thohari mengatakan, Lebanon saat ini sedang mengalami krisis ekonomi yang dianggap sebagai krisis ekonomi terparah sejak masa perang saudara. Perang saudara Lebanon terjadi tahun 1975 hingga 1990.

Bank Dunia bahkan mengklasifikasikan krisis ekonomi di Lebanon merupakan krisis yang terparah di dunia sejak pertengahan abad ke-19. Krisis ekonomi di Lebanon yang menyebabkan tingginya angka nflasi sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19 mulai melanda pada awal tahun 2020.

Sebelum pandemi Covid-19, utang publik Lebanon terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) adalah tertinggi ketiga di dunia. Gagal bayar utang publik dan krisis likuiditas perbankan mengakibatkan banyak bisnis gulung tikar.

Krisis likuiditas perbankan terjadi karena cadangan mata uang asingnya yang tidak mencukupi. Bank sentral negara itu meminjam dari bank-bank komersial dengan tingkat bunga di atas pasar guna membayar kembali utangnya, sekaligus mempertahankan nilai tukar mata uang Lebanon dengan dollar AS.

Sedemikian parahnya krisis di Lebanon, pemerintah dinyatakan gagal dalam menyediakan layanan dasar warganya. Sehari-hari mereka harus berhadapan dengan pemadaman listrik, kurangnya air bersih, terbatasnya layanan kesehatan masyarakat, dan koneksi internet terburuk di dunia.

Angka inflasi di sektor makanan negara itu mencapai 400 persen. Bukan hanya itu, pembangkit listrik utama di Lebanon mati total karena kekurangan bahan bakar. Pembangkit listrik Zahrani dan Deir Ammar offline karena tak mendapat akses bahan bakar. Kapal-kapal yang memuat minyak dan gas menolak untuk menurunkan bahan bakar sebelum ditransfer ke rekening pemiliknya dalam dolar.

Baca juga: Pasca-Krisis, Pemilu Parlemen Digelar di Lebanon

Menurut survei yang dilakukan Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada akhir tahun 2020, daya beli penduduk Lebanon melemah, sehingga menyebabkan lebih dari 40 persen rumah tangga memiliki tantangan dalam mendapatkan makanan dan kebutuhan dasar lainnya.

Sementara itu, tingkat pengangguran nasional melonjak dari 28 persen menjadi 40 persen. Kondisi sosial-ekonomi yang mengerikan, kata Bank Dunia, berisiko kegagalan nasional sistemik dengan konsekuensi regional dan berpotensi global.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Global
Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Global
Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Global
Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Global
Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Global
Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Global
Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

Global
Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Global
Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Global
Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Global
WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

Global
TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com