Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Kemenangan Bersejarah Partai Buruh Australia, Rentetan Bencana dan Isu Iklim

Kompas.com - 23/05/2022, 17:33 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

CANBERRA, KOMPAS.com - Hasil pemilihan umum Australia menunjukkan perubahan luar biasa dalam kepemimpinan di “Negeri Kanguru”, dengan kekalahan untuk pemerintah konservatif yang telah berkuasa 9 tahun lamanya.

Secara tidak biasa, isu iklim memainkan peran penting dalam kemenangan kandidat Partai Buruh Anthony Albanese, melawan kandidat petahana Scott Morrison.

Baca juga: Setelah 9 Tahun Berkuasa, Pemerintah Konservatif Kalah dalam Pemilu Australia karena Isu Iklim

Dalam pidato kemenangan Anthony Albanese, dia mengatakan bahwa “bersama-sama kita dapat mengakhiri perang iklim”.

“Bersama-sama kita dapat memanfaatkan peluang Australia untuk menjadi negara adidaya energi terbarukan,” ujarnya sebagaimana dilansir Al Jazeera pada Minggu (22/5/2022).

Pemimpin partai buruh Australia itu menawarkan perubahan dalam kampanyenya yang berniat mempertahankan target pengurangan emisi karbon 43 persen dari tingkat 2005 pada 2030.

Itu sudah jauh lebih “radikal” daripada rencana pemerintah konservatif yang malah memangkas target hingga 28 persen.

Bencana alam bertubi-tubi

Australia sebagai salah satu penghasil emisi karbon per kapita terbesar di dunia dan pengekspor batu bara dan gas terbesar, dalam beberapa tahun terakhir dilanda bencana alam bertubi-tubi.

Bagian selatan Australia masih berusaha pulih dari kehancuran kebakaran hutan “Black Summer” pada 2019-2020. Ketika itu, ada 15.000 titik kebakaran terpisah, dengan lebih dari 73.000 mil persegi terbakar hampir tiga kali lebih besar dari negara bagian Tasmania di Australia menurut Discover.

Di Queensland dan New South Wales (NSW) banjir yang menghancurkan baru saja terjadi. Beberapa kota di “Negeri Kanguru” bahkan sudah melihat banjir siklus “sekali dalam 100 tahun” terjadi dua kali dalam selang beberapa minggu saja.

Di Lismore, sebuah kota di NSW yang berpenduduk hampir 30.000 orang, air sungai naik lebih dari 14 meter pada akhir Februari. Tanggul kota ambrol dan air menggenangi rumah dan bisnis orang. Ribuan warga terpaksa mengungsi di atap rumah mereka.

Pada Maret tahun ini, Lismore kebanjiran lagi. Lebih dari 2.000 rumah di sana sekarang dianggap tidak layak huni. Banjir kali ini mencatat rekor dengan 2 meter di atas ketinggian sebelumnya.

Baca juga: Anthony Albanese, Pemimpin Partai Buruh yang Menang jadi PM Australia

Respons yang terlalu lambat

Pemerintah federal yang nyaris satu dekade dikuasai partai konservatif telah dikritik karena terlalu lambat merespons bencana, seperti dalam kebakaran hutan hebat “Black Spring”.

Bencana yang luas mengancam habitat satwa khas Australia, termasuk koala yang pada tahun ini ditetapkan berstatus endangered species (spesies langka).

Lambatnya penanganan bahkan membuat penduduk setempat harus mengandalkan komunitas mereka sendiri, untuk menyediakan bantuan penting segera setelah bencana.

Biaya banjir diperkirakan melebihi 2 miliar dolar Australia (Rp 20 triliun), menjadikannya salah satu bencana alam paling mahal yang pernah ada di negara itu.

Halaman:
Sumber Al Jazeera
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com