Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Berry Manurung
Penulis

Hobi nulis di berbagai media daring nasional dan lokal. Penulis dua buah buku yaitu Nulis Aja Kok Repot dan Daya Ungkit Bonus Demografi Indonesia. 

Posisi Strategis Indonesia sebagai Pendorong Perdamaian Rusia dan Ukraina

Kompas.com - 20/04/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERNAH mendengar seorang diplomat Indonesia berhasil dengan gemilang memperluas wilayah negari ini tanpa harus berperang menaklukkan negara lain?

Heroiknya lagi, luas wilayah yang “direbut” itu menjadi terobosan hukum bersejarah di dunia dan dicatat sebagai gagasan revolusioner sekaligus memengaruhi kebijakan dunia internasional sehingga ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB atau United Nation Convention on Law of the Sea ( UNCLOS) tahun 1982.

Hasilnya? Dari sekitar 2,5 juta km2, wilayah perairan Indonesia bertambah menjadi sekitar 5,1 juta km2!. Tokoh diplomat itu bernama Mochtar Kusumaatmadja. Kita mengenalnya dengan konsep wawasan Nusantara (Deklarasi Djuanda).

Seorang diplomat berkelas internasional. Pernah menjabat rektor Universitas Padjadjaran. Wajar sekarang ada sebuah petisi publik (Change.org) yang mendorong tokoh tersebut diangkat sebagai pahlawan nasional. Saat ini, namanya diabadikan sebagai nama jalan layang di Jawa Barat.

Baca juga: In Memoriam Mochtar Kusumaatmadja: Dari Wawasan Nusantara, Konflik Indocina, hingga Pengusaha Mental Sekali Pukul

Mengapa saya perlu menulis hal ini? Kita menyaksikan sekarang, bagaimana pilu dan menderitanya warga di tengah perang yang terjadi antara negara “Beruang Merah” atau Rusia dan negeri “ Keranjang Roti Eropa“ atau Ukraina.

Peristiwa ini, ibarat beruang besar melahap roti yang tinggal menunggu waktu saja akan lenyap.

Dunia membutuhkan tokoh pendamai. Diplomat dengan mental “koridor tengah“ yang mampu koneksikan semua kepentingan tanpa condong pada satu pihak manapun.

Perang yang belum usai ini bermula dari ketidakpercayaan Rusia terhadap Ukraina yang ingin masuk North Atlantic Treaty Organization ( NATO).

NATO terdiri dari beberapa negara Eropa dan negeri Paman Sam atau Amerika Serikat (AS). Tujuannya terkait jaminan perlindungan keamanan negara anggota secara politik dan militer.

Tentu saja, Rusia merasa terancam dengan niat Ukraina mau menjadi bagian NATO karena wilayah dua negara itu berbatasan langsung.

Walaupun tidak secara eksplisit Rusia menyampaikan keberatannya atas niat Ukraina bergabung dengan NATO terkait keamanan batas negara, tetapi pikiran awam kita mudah menebak, Rusia menaruh rasa tidak percaya sekaligus merasa terancam keamanan negaranya, jika Ukraina bergabung dengan NATO.

Baca juga: Perang Ukraina: 3 Skenario NATO Terseret Konflik dengan Rusia dan Perparah Situasi

Sudah menjadi rahasia umum, dulunya blok timur di Eropa Timur, salah satunya Uni Soviet (Rusia sekarang) juga sudah pernah mendirikan Pakta Warsawa sebagai aliansi militer yang bertujuan menjaga kemungkinan ancaman aliansi NATO.

Dari peristiwa sejarah di atas, kita dapat menarik konklusi, keamanan teritorial sebuah negara juga dipengaruhi letak wilayah perbatasan.

Jika berbatasan langsung, saat terjadi konflik (perang) akan lebih sulit bagi sebuah negara yang terancam untuk bertahan karena sangat mudah dan lebih dekat untuk diserang.

Deklarasi Djuanda yang legendaris, tidak dapat kita pungkiri adalah sebuah kekhawatiran negara Indonesia yang baru saja merdeka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com