Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Disebut jadi Pemicu Krisis Ekonomi Sri Lanka, Benarkah?

Kompas.com - 14/04/2022, 18:45 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber

KOLOMBO, KOMPAS.com - Negara kepulauan Sri Lanka berada di salah satu krisis ekonomi terburuk yang pernah ada.

Negara ini baru saja gagal membayar utang luar negerinya untuk pertama kalinya sejak kemerdekaannya.

22 juta penduduk negara itu menghadapi pemadaman listrik 12 jam yang melumpuhkan, ditambah kelangkaan makanan, bahan bakar, dan barang-barang penting lainnya yang ekstrem seperti obat-obatan.

Baca juga: Akan Bertemu IMF, Sri Lanka Butuh Hingga 4 Miliar Dollar AS untuk Atasi Krisis

Dilansir The Conversation, inflasi juga berada pada level tertinggi sepanjang masa, sebesar 17,5 persen, dengan harga bahan makanan seperti satu kilogram beras melonjak hingga 500 rupee Sri Lanka, yang biasanya berharga sekitar 80 rupee.

Pada 1 April, Presiden Gotabaya Rajpaksha mengumumkan keadaan darurat. Dalam waktu kurang dari seminggu, ia lalu menariknya menyusul protes besar-besaran dari warga yang marah atas penanganan krisis oleh pemerintah.

Negara ini bergantung pada impor banyak barang penting termasuk bensin, makanan dan obat-obatan.

Sebagian besar negara akan menyimpan mata uang asing untuk berdagang barang-barang ini, tetapi kekurangan valuta asing di Sri Lanka pun disalahkan atas tingginya harga.

Lantas mengapa beberapa orang menyebut China ada di balik krisis ekonomi Sri Lanka?

Baca juga: Awal Mula Krisis Sri Lanka: Gagal Bayar Utang, Bangkrut, hingga Darurat Nasional

Banyak yang percaya hubungan ekonomi Sri Lanka dengan China adalah pendorong utama di balik krisis.

Amerika Serikat menyebut fenomena ini sebagai “diplomasi jebakan utang”. Di sinilah negara atau lembaga kreditur memberikan utang kepada negara peminjam untuk meningkatkan pengaruh politik pemberi pinjaman.

Jka peminjam tidak dapat membayar kembali uangnya, mereka berada di bawah belas kasihan kreditur.

Namun, pinjaman dari China hanya menyumbang sekitar 10 persen dari total utang luar negeri Sri Lanka pada tahun 2020.

Porsi terbesar, sekitar 30 persen, dapat dikaitkan dengan obligasi negara internasional.

Jepang sebenarnya menyumbang proporsi yang lebih tinggi dari utang luar negeri mereka, sebesar 11 persen.

Baca juga: Sri Lanka Gagal Bayar Utang dan Bangkrut, Akan Krisis Selama Berbulan-bulan

Gagal bayar atas pinjaman terkait infrastruktur China ke Sri Lanka, terutama pembiayaan pelabuhan Hambantota, disebut-sebut sebagai faktor yang berkontribusi terhadap krisis.

Halaman:
Baca tentang
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com