Penulis: Martin Gak/DW Indonesia
KYIV, KOMPAS.com - Sangat mudah untuk melupakan cara di mana invasi ke Ukraina telah bergeser dari niat yang seharusnya untuk menetralisir sasaran militer menjadi pembantaian massal warga sipil hingga penghancuran infrastruktur sipil.
Namun, justru semakin banyak bukti kekejaman yang membantu menjelaskan komunitas internasional dalam menghadapi serangan gencar Rusia.
Dalam pemboman mengerikan yang telah dilakukan Rusia terhadap penduduk sipil Ukraina, hanya dua atau tiga laporan terpisah tentang serangan Moskwa terhadap sasaran militer.
Baca juga: AS Akan Boikot KTT G20 jika Rusia Diundang, Termasuk Indonesia?
"Saya pikir dia (Presiden Rusia Vladimir Putin) adalah penjahat perang," kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden kepada wartawan di Gedung Putih pada pekan lalu.
Pernyataan Biden--yang muncul beberapa jam setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky secara langsung berbicara kepada Kongres AS dan menunjukkan kepada audiens rekaman pembantaian itu--tidak hanya mengubah sifat percakapan, tetapi mungkin telah menandai perubahan besar dalam cara pandang Gedung Putih.
Pada hari Senin (21/3/2022), juru bicara Pentagon John Kirby menggandakan tuduhan itu. "Kami tentu melihat bukti yang jelas bahwa pasukan Rusia melakukan kejahatan perang dan kami membantu mengumpulkan bukti itu," ujarnya.
Pekan lalu, pensiunan Jenderal Angkatan Darat AS Ben Hodges berbicara kepada program DW ''Zona Konflik'' dan memaparkan kasus terukurnya untuk intervensi.
"Apa yang terjadi di Ukraina tidak terbatas pada Ukraina--dan maksud saya bukan rudal nyasar melewati perbatasan. Saya berbicara tentang apa yang dilakukan Putin, apa dampaknya terhadap Eropa, stabilitas dan keamanan di Eropa ... Saya pikir NATO harus mengambil pandangan yang lebih luas tentang ini."
Menurut perkiraan sang jenderal, keadaan Ukraina saat ini mirip dengan negara-negara Barat yang gagal melindungi warga sipil dalam konflik sebelumnya.
"Pasukan Eropa di bawah mandat PBB berdiri di luar kota, sementara pasukan Republika Srpska membunuh 8.000 pria dan anak laki-laki Bosnia. Saya tidak ingin kita menjadi bagian dari hal seperti itu lagi," tambahnya.
Ambang batas hukum bagi negara ketiga mana pun untuk memasuki konflik di Ukraina hampir tidak dapat dijangkau. Hanya Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang dapat mengizinkan penggunaan kekuatan.
Mengingat fakta bahwa Rusia sebagai anggota tetap DK PBB, tidak hanya memiliki hak veto, tetapi juga memimpin badan tersebut, sehingga hal itu tidak mungkin terjadi.
Baca juga: Gambar Satelit Tunjukkan Mayat di Bucha Sudah Berminggu-minggu, Patahkan Klaim Rusia
Apa yang telah dilakukan Rusia tidak hanya menunjukkan sejauh mana Kremlin bersedia untuk menaklukkan sebuah negara dan orang-orang yang dilihatnya sebagai mitra yang sah dari lingkup pengaruhnya sendiri, tetapi juga telah mengungkap batas kapasitas yang dimilikinya.
Laporan tentang keadaan hancurnya militer Rusia, termasuk banyaknya personel yang tewas, seluruh tank hancur, pesawat, dan rudal yang dijatuhkan oleh pasukan Ukraina, tidak mampu memenuhi misi yang dinyatakan Kremlin untuk mengambil alih Ukraina dan menggantikan pemerintahnya.