WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Khalid Payenda, yang pernah menjadi menteri keuangan Afghanistan terlihat mengemudikan Uber (pengemudi online) di Washington DC, Amerika Serikat (AS).
Beberapa hari sebelum Afghanistan jatuh ke tangan Taliban Agustus lalu, dia bekerja di bawah Ashraf Ghani, presiden Afghanistan, yang kini “diterima” di Uni Emirat Arab.
Dalam pelariannya, Ashraf Ghani diduga telah membawa serta 169 juta dollar AS (Rp 2,4 triliun), dari perbendaharaan Afghanistan.
Baca juga: Saat Barat Fokus Perang Ukraina, Krisis Afghanistan Memburuk
“Jika saya menyelesaikan 50 perjalanan dalam dua hari ke depan, saya menerima bonus 95 dollar AS (Rp 1,3 juta),” kata Payenda menyinggung soal tambahan gaji yang kini dia dapatkan enam bulan lebih setelah AS angkat kaki dari negaranya dilansir dari Guardian pada Minggu (20/3/2022).
Kepada Washington Post, dari belakang kemudi Honda Accord, pria berusia 40 tahun itu mengaku pernah mengawasi anggaran 6 miliar dollar AS (Rp 86 triliun) yang disalurkan AS untuk Afghanistan.
Dalam satu malam awal minggu ini, dia dilaporkan menghasilkan “sedikit di atas 150 dollar AS (Rp 2,1 juta) untuk enam jam kerja pada hari normal, tidak termasuk ongkos perjalanan.
Payenda mengaku hanya memberi tahu seorang penumpang, bahwa dia perlu melakukan "cukup penyesuaian" sejak kepindahannya dari Kabul ke Washington.
Dia mengaku bersyukur atas kesempatan untuk dapat menghidupi keluarganya.
Tetapi, “Saat ini, saya tidak punya tempat. Tempat saya bukan di sini (AS) dan saya tidak pantas di sana (Afghanistan). Ini adalah perasaan yang sangat kosong.”
Baca juga: Menolak Bekerja Sama dengan Taliban, Diplomat Afghanistan Terus Dapat Tekanan
Saat ini, Afghanistan menghadapi krisis kemanusiaan dan ekonomi. Aset negara itu dibekukan dan terputus dari bantuan internasional.
Sementara pemerintah Taliban yang menggantikan rezim yang didukung AS, masih memerlukan pengakuan dari dunia internasional.
The Post menggambarkan pengalaman Payenda pada akhir 2020, ketika ibunya meninggal karena Covid-19 di rumah sakit Kabul yang miskin.
Dia menjadi Menteri Keuangan Afghanistan setelah itu. The Post mengatakan dia sekarang berharap dia tidak pernah mengambil posisi itu.
“Saya melihat banyak hal buruk, dan kami gagal,” katanya.
“Saya adalah bagian dari kegagalan. Sulit ketika Anda melihat kesengsaraan orang-orang dan Anda merasa bertanggung jawab.”