LONDON, KOMPAS.com - Inggris pada Sabtu (22/1/2022), menuduh Kremlin berusaha menempatkan seorang pemimpin yang pro-Rusia di Ukraina.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Inggris juga mengatakan para pejabat intelijen Rusia telah menjalin kontak dengan sejumlah mantan politisi Ukraina sebagai bagian dari rencana invasi ke negara itu.
Namun, Kemenlu Inggris menolak memberikan bukti yang mendukung tuduhan tersebut.
Baca juga: AS Perintahkan Keluarga Personel Kedutaan Besar Keluar dari Ukraina Segera
Tuduhan Inggris itu sendiri muncul di tengah ketegangan yang meningkat antara Rusia dan negara-negara Barat yang dipicu pengerahan tentara Rusia di dekat perbatasan dengan Ukraina.
Tapi, Moskow bersikeras membantah tidak memiliki rencana untuk menyerang atau menguasai Ukraina.
Kemenlu Inggris mengatakan mereka punya informasi bahwa Pemerintah Rusia mempertimbangkan mantan anggota DPR Ukraina Yevhen Murayev sebagai calon potensial untuk memimpin pemerintahan yang pro-Rusia.
"Kami tak akan membiarkan rencana Kremlin untuk memasang kepemimpinan yang pro-Rusia di Ukraina," kata Menlu Inggris Liz Truss di Twitter, sebagaimana dikutip Reuters, Minggu (23/1/2022).
"Kremlin tahu sebuah serangan militer akan menjadi kesalahan strategi yang masif & Inggris dan para mitra kami akan membuat Rusia menerima akibatnya," tambah dia.
Pernyataan Inggris itu dirilis pada Minggu dini hari waktu Moskow dan Kiev, ibu kota Ukraina.
Namun, belum ada pernyataan terkait hal itu dari Kremlin –sebutan pemerintah Rusia– atau pun dari Murayev.
Baca juga: Prediksi Serangan Rusia ke Ukraina, dari Siber hingga Invasi Besar
Seorang sumber di Kemenlu Inggris mengatakan bukan hal yang lumrah untuk membagikan materi intelijen.
Rinciannya telah dirahasiakan setelah melakukan pertimbangan cermat untuk mencegah agresi Rusia, menurut sumber itu.
Lewat akun resminya di Facebook, Kemenlu Rusia membantah pernyataan Kemlu Inggris dan menyebutnya sebagai "disinformasi".
Mereka juga menuduh Inggris dan NATO "meningkatkan ketegangan" atas Ukraina dan mendesak Kemlu Inggris untuk berhenti "menyebarkan omong kosong".
Pernyataan Inggris itu muncul sehari setelah diplomat tinggi Amerika Serikat (AS) dan Rusia gagal membuat terobosan besar dalam pembicaraan tentang krisis Ukraina, meskipun mereka sepakat untuk terus berdiskusi.
Baca juga: Enggan Suplai Senjata untuk Lawan Rusia, Jerman Akan Kirim RS Lapangan ke Ukraina