Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentagon: Serangan Udara AS di Timur Tengah Banyak Salah Target, Ribuan Warga Sipil Tewas

Kompas.com - 19/12/2021, 15:01 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Dokumen terbaru dari Pentagon menunjukkan, banyak kesalahan target dalam serangan udara Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah, yang mengakibatkan kematian ribuan warga sipil, termasuk anak-anak.

Dokumen yang dilaporkan New York Times pada Sabtu (18/12/2021) itu mencakup lebih dari 1.300 laporan korban sipil, sehingga melemahkan klaim pemerintah yang menyebut perang dilakukan dengan presisi.

Janji transparansi dan akuntabilitas sering tidak terwujud, katanya, dikutip Kompas.com dari AFP.

Baca juga: Serangan Udara AS ke Afghanistan Diduga Juga Sasar Pekerja Kemanusiaan

"Tidak satu pun catatan yang diberikan mencakup temuan kesalahan atau tindakan disipliner," surat kabar itu melaporkan seri pertama dari dua bagian.

Beberapa kasus yang disebutkan oleh New York Times pernah dilaporkan, dan dikatakan penyelidikannya menunjukkan jumlah kematian warga sipil dikurangi secara drastis.

Di antara tiga kasus yang dikutip adalah pemboman 19 Juli 2016 oleh pasukan khusus AS terhadap apa yang diyakini sebagai tiga daerah operasi ISIS di Suriah utara.

Laporan awalnya 85 milisi tewas, tetapi sebaliknya yang tewas adalah 120 petani dan penduduk desa lainnya.

Contoh lain adalah serangan November 2015 di Ramadi, Irak, setelah seorang pria terlihat menyeret benda berat asing ke pos ISIS.

Obyek tersebut, setelah dilakukan peninjauan, ternyata seorang anak yang tewas dalam serangan.

Rekaman pengawasan yang buruk atau tidak memadai sering berkontribusi pada kegagalan penargetan yang mematikan, kata laporan itu.

Baru-baru ini, Amerika Serikat harus mencabut klaimnya bahwa kendaraan yang dihancurkan oleh drone di jalan Kabul pada Agustus berisi bom. Korban serangan itu ternyata 10 anggota keluarga.

Banyak warga sipil yang selamat dari serangan AS, kata laporan itu, menjadi cacat dan membutuhkan perawatan mahal, tetapi yang mendapat kompensasi bisa dihitung jari.

Baca juga: Pentagon Akhirnya Akui Serangan Drone ke Kabul Bunuh 10 Warga Sipil

Saat dimintai komentar, Kapten Bill Urban juru bicara Komando Pusat AS mengatakan kepada New York Times, "Bahkan dengan teknologi terbaik di dunia, kesalahan tetap terjadi, baik berdasarkan informasi yang tidak lengkap atau salah tafsir dari informasi yang tersedia. Dan kami mencoba untuk belajar dari kesalahan-kesalahan itu."

"Kami bekerja dengan tekun untuk menghindari bahaya seperti itu. Kami menyelidiki setiap kejadian yang kredibel. Dan kami menyesali setiap hilangnya nyawa yang tidak bersalah."

Serangan udara AS di Timur Tengah berkembang pesat pada tahun-tahun terakhir pemerintahan mantan presiden Barack Obama.

Obama berujar, cara baru menggunakan drone adalah serangan udara paling tepat dalam sejarah, yang mampu menekan kematian warga sipil seminimal mungkin.

Akan tetapi, selama periode lima tahun, pasukan AS melakukan lebih dari 50.000 serangan udara di Afghanistan, Irak, dan Suriah, kata laporan itu.

Dalam menyusun laporannya, New York Times berkata wartawannya mengunjungi lebih dari 100 lokasi korban dan mewawancarai sejumlah penduduk yang masih hidup, serta pejabat Amerika baik yang masih menjabat atau tidak.

Baca juga: Kisah Perang Afghanistan: Kronologi Invasi AS hingga Penarikan Pasukan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Nasib Pencuri Buku Harian Putri Joe Biden, Terancam Masuk Bui

Nasib Pencuri Buku Harian Putri Joe Biden, Terancam Masuk Bui

Global
Taliban Berlakukan Kembali Hukuman Rajam Perempuan Berzina, Digelar di Depan Umum Sampai Mati

Taliban Berlakukan Kembali Hukuman Rajam Perempuan Berzina, Digelar di Depan Umum Sampai Mati

Global
Jubir Gedung Putih Analogikan Rusia Seperti Penjual Pupuk Kandang, Apa Maksudnya?

Jubir Gedung Putih Analogikan Rusia Seperti Penjual Pupuk Kandang, Apa Maksudnya?

Global
Perancis Setujui RUU Larangan Diskriminasi Berdasarkan Gaya Rambut

Perancis Setujui RUU Larangan Diskriminasi Berdasarkan Gaya Rambut

Global
Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Global
Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Global
Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Global
Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Global
Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Global
Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Global
Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

Global
Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com