KOMPAS.com - 28 November 1975, Republic Democratic of Timor Leste diproklamasikan. Negara ini resmi merdeka dari Portugis.
Seperti sempat diulas Kompas.com (2020), mengutip laman Pemerintah Timor Leste, disebutkan bahwa wilayah mereka sejak 1859 masuk ke dalam wilayah kekuasaan Portugis.
Sementara Pulau Timor bagian barat ada di bawah kekasaan Belanda.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945,
Pemerintah Indonesia menegaskan pada PBB dan dunia internasional, bahwa Indonesia tidak memiliki ambisi teritorial terhadap Timor Timur.
Baca juga: Profil Xanana Gusmao, Presiden Pertama Timor Leste
Karena itu sejak 1960, PBB menganggap Timor Leste sebagai wilayah non-otonom yang ada di bawah pemerintahan Portugis.
Dari 1962 hingga 1973, Majelis Umum PBB mengakui hak Timor-Leste untuk menentukan nasib sendiri.
Namun, Portugal menolak mengakui hak tersebut dan mengakui Timor Leste sebagai provinsi Portugis, setara dengan provinsi-provinsi lainnya.
Setahun kemudian pada 1974, terdapat Revolusi April yang memulihkan demokrasi di Portugal dan Pemerintah Portugal menghormati hak penentuan nasib sendiri untuk Timor Leste.
Menindaklanjuti progres ini, pada Mei 1974 dibentuklah Komite Penentuan Nasib Sendiri Timor Timur di Dili, yang saat ini menjadi ibu kota negara.
Sejumlah pengamat independen yang berkunjung ke wilayah Timor Timur menilai mayoritas masyarakat di sana menolak untuk berintegrasi atau bergabung dengan Indonesia.
Perbedaan budaya sebagai salah satu alasan utamanya.
Program dekolonialisasi mulai gencar terjadi sejak Januari 1975. Kerajaan kolonial Portugal dibubarkan, gerakan pembebasan di tataran lokal pun meningkat.
Sebuah pemilihan lokal pun diadakan, ketika itu di distrik Lautem untuk kepemimpinan administratif regional.
Pada hasil jajak pendapat pertama, organisasi partisan Apodeti (Asosiasi Demokratik Rakyat Timor) kurang mendukung pemisahan diri ini, sementara rakyat Timor menolak untuk integrasi dengan Indonesia melalui cara-cara demokratis.