Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Taliban Berhenti Bayar Listrik, Afghanistan Terancam Kembali ke Abad Kegelapan

Kompas.com - 05/10/2021, 14:55 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KABUL, KOMPAS.com - Ibukota Afghanistan, Kabul, akan kembali menghadapi "abad kegelapan" karena pemadaman listrik di tengah musim dingin menurut laporan The Wall Street Journal (The WSJ).

Outlet itu mengatakan pasokan daya kota itu berisiko, karena pemerintah Taliban berhenti membayar perusahaan asing yang memasok sebagian besar listriknya

Baca juga: Taliban Tangkap Pemimpin ISIS-K Setelah Ledakan Bom di Masjid Kabul

"Konsekuensinya akan berlaku di seluruh negeri, tetapi terutama di Kabul," kata Daud Noorzai, mantan kepala eksekutif perusahaan listrik Afghanistan (DABS) kepada surat kabar itu.

"Akan ada pemadaman listrik dan itu akan membawa Afghanistan kembali ke Abad Kegelapan dalam hal kekuasaan dan telekomunikasi," katanya.

Melansir Business Insider pada Senin (4/10/2021), sekitar 70 persen dari pasokan listrik Afghanistan berasal dari luar negeri, menurut think tank Caspian Policy Center yang berbasis di Washington DC.

Sementara WSJ melaporkan pasokan listrik untuk ibu kota Afghanistan hampir seluruhnya berasal dari luar negeri.

Baca juga: POPULER GLOBAL: Dampak Krisis Evergrande Timpa Swedia | Taliban Hancurkan Markas ISIS, Balasan Bom Masjid Afghanistan

Ketika Taliban menguasai negara itu pada Agustus, mereka mengambil alih DABS dan mewarisi utangnya.

DABS membutuhkan sekitar 90 juta dollar AS (Rp 1,28 triliun) untuk mengatasi kewajibannya, kata Safiullah Ahmadzai kepada WSJ.

Biaya itu termasuk utang kepada pemasok listrik di negara tetangga Turkmenistan (3/10/2021), Tajikistan dan Uzbekistan.

Seorang ulama Taliban menggantikan Ahmadzai sebagai CEO DABS pada Minggu, surat kabar itu melaporkan.

Pada 2020, DABS membayar hingga 280 juta dollar AS (Rp3,98 triliun) per tahun untuk listrik yang diimpor, menurut outlet berita Afghanistan TOLO News.

Tetapi Taliban sejauh ini menolak mengizinkan DABS menggunakan 40 juta dollar AS (Rp 569 miliar) dalam rekeningnya untuk membayar krediturnya.

"Negara-negara tetangga kami sekarang memiliki hak untuk memutus aliran listrik kami, berdasarkan kontrak," kata Ahmadzai.

Baca juga: Masjid di Kabul Diserang Bom, Terjadi Saat Doa Bersama untuk Almarhumah Ibu Jubir Taliban


Penerimaan pemerintah Afghanistan sangat lambat, terlebih karena penguasa negara itu mempersulit keluarga membayar tagihan DABS mereka.

Afghanistan telah lama bermasalah dengan pasokan listrik yang berfluktuasi. Penduduk di Kabul mengeluh pada Juni tentang tagihan yang tinggi dan hanya memiliki jam layanan yang terbatas per hari, TOLO News melaporkan.

Dengan Taliban sekarang dalam kendali penuh, pasokan listrik untuk sementara meningkat, menurut The WSJ.

Pasalnya kelompok militan menghentikan serangannya terhadap jaringan listrik. Jeda dalam kegiatan industri, yang biasa menjadi sasaran kelompoknya, membuat aliran listrik lancar menuju pengguna perumahan.

Tetapi jika pemasok Afghanistan memutus aliran listrik, negara itu dapat menghadapi krisis pada musim dingin, kata Noorzai kepada surat kabar tersebut.

Menurut The Diplomat pemutusan listrik adalah risiko khusus terutama dengan Tajikistan. Penguasa Tajikistan Emomali Rahmon, yang melindungi Presiden terguling Afghanistan Ashraf Ghani, mengatakan sebelumnya dia menolak pemerintahan Taliban.

Baca juga: Hamas Puji Kemenangan Taliban di Afghanistan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com