JENEWA, KOMPAS.com - Investigasi independen yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lebih dari 80 kasus dugaan pelecehan seksual di Republik Kongo (DRC), termasuk di antaranya melibatkan setidaknya 21 anggota staf.
Laporan setebal 35 halaman dirilis pada Selasa (28/9/2021), menunjukkan kasus pelecehan seksual skala luas terkait dengan oknum WHO selama bertahun-tahun dan berlangsung selama insitusi PBB tersebut menangani wabah Ebola di Republik Kongo.
Terduga pelaku adalah personel yang dipekerjakan secara lokal serta anggota tim internasional di Republik Kongo dari 2018 hingga 2020.
Baca juga: Penyanyi R Kelly Manfaatkan Status Superstar untuk Melakukan Pelecehan Seksual
Kasus pelecehan seksual digambarkan oleh perempuan yang dipanggil "Jolianne", korban termuda dari terduga pelaku. Ia menceritakan bahwa pelecehan seksual yang ia alami dimulai pada April 2019.
Ketika Jolianne berjualan kartu telpon di pinggir jalan di kota Mangina, seorang pengemudi WHO berhenti untuk menawarinya tumpangan pulang.
"Namun, dia (oknum pelaku) membawanya ke sebuah hotel di mana ia (Jolianne) diperkosa," kata laporan WHO, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (29/9/2021).
Malick Coulibaly, anggota panel independen, mengatakan dalam jumpa pers bahwa ada 9 tuduhan pemerkosaan.
Para wanita yang diwawancarai mengatakan para oknum pelaku tidak menggunakan alat kontrasepsi, mengakibatkan para korbannya hamil.
Beberapa wanita mengatakan para pria yang melecehkan mereka memaksa mereka melakukan aborsi, kata Coulibaly.
Komisi Independen WHO mewawancarai puluhan perempuan yang ditawari pekerjaan sebagai imbalan seks, atau yang menjadi korban pemerkosaan.
Baca juga: Dua Pria di India Alami Pelecehan Seksual dari Polisi, Diancam Bakal Dikirim ke Afghanistan
Penyidik berhasil mendapatkan identitas 83 tersangka pelaku, baik warga negara Republik Kongo maupun warga asing.
Dalam 21 kasus pelecehan seksual, tim peninjau dapat menetapkan dengan pasti bahwa pelaku yang diduga adalah karyawan WHO selama penanganan Ebola.
Laporan tersebut melukiskan gambaran suram, "kegagalan struktural yang jelas" dan "kelalaian individu".
Mencatakan "skala insiden eksploitasi dan pelecehan seksual dalam menanggapi wabah Ebola ke-10, yang semuanya berkontribusi pada peningkatan kerentanan 'korban yang diduga' yang tidak diberikan dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk pengalaman yang merendahkan seperti itu".
Disebutkan juga bahwa kasus pelecehan seksual ini terjadi karena pelatihan yang terlambat bagi staf untuk mencegah pelecehan atau eksploitasi seksual.