Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Sikh AS Masih Berjuang Hadapi Diskriminasi Pasca-serangan 11 September

Kompas.com - 12/09/2021, 22:05 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Lelaki Sikh biasanya berjenggot dan mengenakan serban khas sebagai penanda identitas keamanan mereka.

Bagi orang-orang yang tidak mengerti, mereka kerap keliru diduga lelaki Muslim. Setelah serangan teroris pada 11 September 2001 di Amerika Serikat (AS), lelaki Sikh masih sering menghadapi diskriminasi dan serangan terhadap mereka, mulai dari perundungan (bullying) hingga kejahatan berbasis kebencian.

Setelah 20 tahun serangan teroris itu, warga Sikh ternyata masih juga menghadapi hal serupa.

Baca juga: Serangan 11 September 2001, Ini Kata-kata Terakhir Pramugari Sebelum Pesawat Tabrak WTC

Raghuvinder Singh tidak pernah membayangkan ayahnya akan berada dalam bahaya, sewaktu sang ayah berkunjung sebagai seorang pendeta tamu ke sebuah kuil Sikh di Oak Creek, Wisconsin, pada Agustus 2012.

Namun sang ayah termasuk satu di antara tujuh umat Sikh yang akhirnya meninggal dunia karena peristiwa pembantaian pada 5 Agustus tahun tersebut.

Mereka tewas di tangan seorang veteran Angkatan Darat AS pendukung supremasi kulit putih yang melepaskan tembakan ke arah kuil. Ayah Singh terkena tembakan di bagian kepala dan kemudian tubuhnya lumpuh separuh.

“Ia selalu dalam keadaan lumpuh dan semikoma. Ia tak dapat berbicara. Ia tak dapat bergerak. Ia tak dapat berjalan. Hidupnya berubah total," kata Singh.

Baca juga: Dokumen Rahasia Serangan 11 September Ungkap Keterlibatan 15 WN Arab Saudi

Ayah Singh menderita karena cedera yang dialaminya selama tujuh tahun lebih, dan akhirnya meninggal dunia pada 2 Maret 2020.

Orang-orang muda Sikh Amerika masih berjuang satu generasi kemudian. Mereka menghadapi diskriminasi yang dipicu oleh peristiwa 11 September 2001 berupa serangan terhadap orang tua mereka maupun mereka sendiri.

Serangan-serangan itu beragam, mulai dari perundungan di sekolah hingga ke profil rasial sampai ke kejahatan berdasarkan kebencian – terutama terhadap kaum lelaki Sikh, yang biasanya memelihara jenggot dan serban untuk menunjukkan kepercayaan mereka.

Satjeet Kaur, Direktur Eksekutif di The Sikh Coalition, sewaktu berbicara mengenai persepsi warga Amerika Sikh setelah serangan 11 September, mengatakan,"Orang melihat serban dan jenggot sebagai sesuatu yang ditakuti.”

Sementara itu, hingga menjelang peringatan 20 tahun serangan teroris 11 September, generasi muda Sikh menyatakan masih banyak yang perlu diperbaiki terkait dengan kejahatan berbasis kebencian terhadap komunitas mereka.

Baca juga: FBI Rilis Dokumen Rahasia Serangan 11 September 2001, Ini Isinya...

Lulusan senior Gurjiwan Singh Chahal, seorang penganut kepercayaan Sikh, mengenakan sorban saat ia berbaris ke Stadion Michie bersama teman-teman sekelas seniornya untuk upacara kelulusan untuk kelas 2021 di Akademi Militer Amerika Serikat (USMA) West Point.REUTERS via VOA INDONESIA Lulusan senior Gurjiwan Singh Chahal, seorang penganut kepercayaan Sikh, mengenakan sorban saat ia berbaris ke Stadion Michie bersama teman-teman sekelas seniornya untuk upacara kelulusan untuk kelas 2021 di Akademi Militer Amerika Serikat (USMA) West Point.

Biro Investigasi Federal (FBI) bahkan baru mulai melacak kejahatan berbasis kebencian khususnya terhadap warga Sikh pada 2015, dan banyak badan penegak hukum setempat yang gagal mencatat serangan semacam itu secara komprehensif.

FBI mencatat 67 kejahatan anti-Sikh pada tahun 2020, jumlah tahunan tertinggi sejak kategori ini diciptakan pada tahun 2015.

“Sering kali kita lupa bahwa itulah kenyataan sesungguhnya dari kebencian. Kebencian ini berdampak pada kehidupan orang-orang, pada keluarga mereka," tambah Satjeet.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com