Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB Peringatkan Afghanistan Berisiko Alami "Kehancuran Total"

Kompas.com - 10/09/2021, 16:44 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Al Jazeera

KABUL, KOMPAS.com - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa Afghanistan berisiko mengalami "kehancuran total", masyarakat internasional tidak bisa menghentikan aliran uang ke negara yang dikuasai Taliban itu.

Hampir 10 miliar dollar AS (Rp 142,1 triliun) aset bank sentral Afghanistan saat ini dibekukan di luar negeri, mengantisipasi untuk tidak disalahgunakan oleh Taliban yang dicap sebagai kelompok teroris yang menguasai negara.

Namun, utusan khusus PBB untuk Afghanistan Deborah Lyon memberi tahu Dewan Keamanan pada Kamis (10/9/2021), bahwa perlu ditemukan cara untuk memasukkan uang ke Afghanistan "untuk mencegah kehancuran total ekonomi dan ketertiban sosial".

Baca juga: Takut Dibunuh ISIS-K, Yahudi Terakhir di Afghanistan Ini Akhirnya Pergi

Melansir Al Jazeera pada Jumat (10/9/2021), Afghanistan saat ini berada dalam kondisi krisis, mata uang jatuh, kenaikan tajam harga makanan dan bahan bakar, serta kurangnya uang tunai di bank swasta.

Lyon mengatakan bahwa pihak berwenang juga tidak memiliki dana untuk membayar gaji.

"Ekonomi harus dibiarkan berjalan selama beberapa bulan lagi, memberi Taliban kesempatan untuk menunjukkan fleksibilitas dan keinginan tulus untuk melakukan hal-hal yang berbeda kali ini,"

"Terutama dari perspektif hak asasi manusia, gender, dan kontraterorisme," kata Lyons kepada kelimabelas anggota Dewan,

Menurutnya, perlindungan dapat dirancang untuk memastikan dana tidak disalahgunakan.

Baca juga: PBB Khawatir Situasi Taliban Afghanistan Juga Terjadi di Sahel

Donor asing yang dipimpin oleh Amerika Serikat menyediakan lebih dari 75 persen pengeluaran publik untuk pemerintah Afghanistan yang hancur, ketika AS menarik pasukannya setelah 20 tahun di negara itu.

Pemerintahan Presiden Joe Biden telah mengatakan terbuka untuk menyumbangkan bantuan kemanusiaan.

Namun, setiap tindakan ekonomi langsung AS, seperti mencairkan aset bank sentral, akan bergantung pada tindakan Taliban, termasuk memungkinkan perjalanan yang aman bagi orang-orang yang ingin pergi dari Afghanistan.

Penerbangan sipil pertama dari Kabul membawa lebih dari 100 penumpang telah mendarat di Qatar pada Kamis (9/9/2021).

Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah memblokir Taliban dari akses sekitar 440 juta dollar AS (Rp 6,2 triliun) dalam dana cadangan darurat baru.

Baca juga: Warga Afghanistan Dilarang Protes Pemerintahan Baru Taliban

“Taliban mencari legitimasi dan dukungan internasional. Pesan kami sederhana: setiap legitimasi dan dukungan apa pun harus diperoleh,” kata diplomat senior AS Jeffrey DeLaurentis kepada Dewan Keamanan.

Rusia dan China, yang menawarkan jutaan dalam bantuan darurat kepada Afghanistan, mendesak untuk dibebaskannya aset-aset negara tersebut yang dibekukan.

“Aset-aset ini milik Afghanistan dan harus digunakan untuk Afghanistan, bukan sebagai pengungkit untuk ancaman atau pengekangan,” kata Wakil Duta Besar China untuk PBB Geng Shuang.

Peringatan utusan khusus PBB untuk Afghanistan Deborah Lyon muncul tak lama setelah laporan tajam dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) yang memperingatkan Afghanistan bisa menghadapi kemiskinan universal karena ekonomi berkontraksi.

UNDP mengatakan negara berpenduduk 18 juta itu sudah menjadi salah satu yang termiskin di dunia dengan 72 persen orang hidup dengan tidak lebih dari satu dolar per hari.

Baca juga: Jurnalis Afghanistan Babak Belur Disiksa Taliban Saat Meliput Demo di Kabul

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com