Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/07/2021, 11:11 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber BBC

JENEWA, KOMPAS.com - Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendesak China untuk lebih bekerja sama dalam penyelidikan fase kedua asal usul Covid-19.

Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta supaya Beijing lebih transparan dan membuka akses secara luas.

Sebelumnya, investigasi untuk menemukan dari mana virus corona berasal sudah diselesaikan pada Februari.

Baca juga: Tanpa China, Ilmuwan Yakin Investigasi Asal Usul Covid-19 Masih Mungkin dengan Cara Ini

Tim yang dikirim ke "Negeri Panda" menyimpulkan, virus itu berasal dari kelelawar, bukan dari kebocoran laboratorium di Wuhan.

Brbicara dari Jenewa, Dr Tedros meminta supaya China bisa menyediakan data mentah pasien sebelum dan saat pandemi Covid-19.

Dia menuturkan dilansir BBC Kamis (15/7/2021), China tidak membagikan datanya kepada WHO saat penyelidikan pertama.

Tedros juga meminta data mengenai Institut Virologi Wuhan (WIV), laboratorium yang disebut-sebut sebagai lokasi bocornya corona.

Dia mengatakan sebagai tenaga medis profesional, Tedros tahu bahwa kecelakaan saat penelitian bisa terjadi.

Ini adalah indikasi paling kuat bahwa WHO mempertimbangkan teori bahwa virus tersebut bocor dari sana.

Baca juga: Tim WHO Tidak Temukan Asal-usul Virus Corona di Wuhan

Spekulasi mengenai kebocoran di WHO terjadi pada tahun lalu, dan dikumandangkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump.

Dr Tedros juga memperingatkan anggapan bahwa virus dengan nama resmi SARS-Cov-2 ini akan segera berakhir.

Komite Darurat WHO menerangkan, varian baru dan lebih berbahaya bisa jadi akan muncul dan menyebar ke seluruh dunia.

"Pandemi ini masih jauh dari kata usai," kata komisi darurat melalui rilis yang mereka terbitkan.

Baca juga: China Protes, Pernyataan G7 Singgung Uighur hingga Asal Usul Covid-19

Ketua komisi Dr Didier Houssin mengemukakan bahwa saat ini, populasi manusia masih terancam dengan adanya Covid-19.

Kematian yang berkaitan dengan corona di Afrika mengalami peningkatan sampai 43 persen dalam kurun waktu sepekan.

Dalam pandangan WHO, lonjakan korban meninggal ini karena kurangnya ranjang perawatan intensif dan oksigen.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com