Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penguburan Pohon, Trik Jepang Tangani Berkurangnya Lahan Permakaman

Kompas.com - 11/06/2021, 11:34 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

TOKYO, KOMPAS.com - Jepang memiliki trik unik untuk menangani berkurangnya lahan permakaman, seiring jumlah populasi yang terus bertumbuh.

Caranya adalah dengan mengubur di pohon. Inisiasi praktik ini bermula pada awal 1970-an, saat pejabat publik Jepang khawatir dengan kurangnya ruang permakaman yang memadai di daerah perkotaan.

Selanjutnya sejak 1999, Kuil Shounji di Jepang utara menawarkan solusi inovatif untuk krisis ini yaitu Jumokuso atau penguburan pohon.

Baca juga: Tradisi Unik Cimburijada Bosnia: Masak dan Makan Telur Orak-arik Bersama

Dalam pemakaman ini, keluarga menempatkan sisa-sisa kremasi di tanah dan pohon ditanam di atas abu untuk menandai kuburan.

Melansir laman Fast Company pada Kamis (10/6/2021), kuil induk Shounji membuka situs kuil lebih kecil yang dikenal sebagai Chishoin dengan hutan kecil.

Di taman kecil itu, yang bebas dari batu nisan besar ala kuburan tradisional Jepang, para pendeta Buddha melakukan ritual tahunan untuk para mendiang.

Keluarga juga masih dapat mengunjungi makam orang yang dicintai dan melakukan ritual keagamaan mereka sendiri di situs tersebut.

Meski banyak keluarga yang memilih permakaman pohon tidak secara eksplisit mengidentifikasi diri sebagai orang Buddha, praktik tersebut mencerminkan minat yang lebih besar pada Buddhisme Jepang dalam tanggung jawab lingkungan.

Buddhisme Jepang secara historis memiliki relasi pada dunia lingkungan, yang kemungkinan dipengaruhi oleh kepercayaan Shinto tentang dewa yang hidup di alam.

Bedanya dengan Buddha India adalah, di "Negeri Bollywood" tanaman dianggap sebagai non-makhluk.

Oleh karena itu, di luar siklus reinkarnasi, Buddhisme Jepang membingkai flora sebagai komponen hidup dari siklus reinkarnasi dan perlu dilindungi.

Baca juga: Sejarah 3 Samurai yang Dikenal sebagai Pemersatu Jepang

Mulai ditiru permakaman umum

Gagasan penguburan pohon atau Jomokuso terbukti sangat populer di Jepang, sehingga kuil dan permakaman umum lainnya meniru model tersebut.

Beberapa di antaranya menyediakan ruang permakaman di bawah pohon individu dan ruang lainnya di kolumbarium yang mengelilingi satu pohon.

Cendekiawan Sebastian Penmellen Boret menulis dalam bukunya pada 2016, bahwa penguburan pohon ini mencerminkan transformasi yang lebih besar dalam masyarakat Jepang.

Setelah Perang Dunia II, pengaruh agama Buddha pada masyarakat Jepang menurun seiring berkembangnya ratusan gerakan keagamaan baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com