Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

138 Demonstran Tewas, Myanmar Ditakutkan Jatuh ke Perang Saudara Terbesar

Kompas.com - 16/03/2021, 07:18 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Sky News

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Pakar menyatakan, mereka khawatir Myanmar bakal jatuh dalam perang saudara terbesar jika junta tak militer tak menghentikan aksinya.

Pernyataan itu muncul setelah PBB mencatat, total 138 demonstran tewas sejak kudeta dimulai pada 1 Februari lalu.

Jumlah korban tewas itu termasuk 39 orang yang terbunuh pada Minggu (14/3/2021), hari paling berdarah sejak militer Myanmar mengambil alih kekuasaan secara paksa.

Baca juga: Polisi Myanmar Keceplosan Akan Bombardir Satu Kota dengan Senjata Berat

Dr Sasa, utusan khusus parlemen demokratis yang dibubarkan untuk PBB berujar, dia menyoroti jika dunia tak segera bertindak.

Jika pertumpahan darah terus menerus pecah, dia memprediksi rakyat tak punya pilihan selain mempersenjatai diri.

Karena itu, dia menyerukan kepada junta militer untuk mundur, membebaskan tahanan politik, dan mengembalikan Myanmar ke demokrasi.

Dr Sasa menyatakan, junta bisa bernasib sama seperti pemimpin dunia macam Saddam Hussein (Irak) maupun Muammar Gaddafi (Libya).

"Mereka bisa berakhir tertangkap atau dibunuh," jelas Dr Sasa seperti diberitakan Sky News Senin (15/3/2021).

Kolonel Gaddafi tertangkap dan kemudian dibunuh pada Oktober 2011. Sementara Saddam digantung pada Desember 2006.

Baca juga: Rakyat Myanmar Ramai-ramai Buat Tato Bertema Anti-kudeta

Dr Sasa menerangkan, India, China, AS, maupun negara di Asia Tenggara harus bertindak lebih aktif menekan junta.

"Jika koalisi internasional ini tak terbentuk, saya khawatir, perang saudara terhebat bakal kita saksikan," jelasnya.

Dia menyerukan kini desakan melalui retorika. Yang diperlukan Myanmar adalah tindakan aktif dari dunia.

Yang Dr Sasa maksud adalah tekanan lebih kuat melalui sanksi yang terkoordinasi, baik secara diplomatis, politis, dan ekonomis.

Tatmadaw, nama junta Myanmar, melakukan kudeta pada 1 Oktober setelah mengeklaim adanya kecurangan pada pemilu November 2020.

Sejak kudeta terjadi, demonstran sebenarnya berusaha melakukan aksi secara damai. Namun, mereka kini kehilangan harapan bakal dibantu dunia.

Baca juga: Myanmar Darurat Militer, Polisi dan Warga Duel Senapan Vs Pisau

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com