Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Referendum Perjanjian Dagang Indonesia-Swiss, Begini Tanggapan Dubes RI

Kompas.com - 22/02/2021, 10:00 WIB
Krisna Diantha Akassa,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

BERN, KOMPAS.com - Dua pekan lagi, tepatnya 7 Maret 2021, melalui referendum, rakyat Swiss akan memutuskan apakah menolak atau menyetujui perjanjian dagang antara Indonesia dan Swiss.

Indonesia, yang awalnya lebih dikenal sebagai daerah tujuan wisata, kini mulai menampakkan wajah lainnya. Kelompok penentang perjanjian dagang, mengenalkan Indonesia sebagai perusak lingkungan akibat perkebunan kelapa sawit.

Sementara kelompok yang menyetujui kerja sama dagang tersebut, mengenalkan Indonesia sebagai mitra dagang potensial bagi Swiss.

Baca juga: Referendum Kelapa Sawit dari Indonesia Makin Dekat, Publik Swiss Masih Ragu

Kompas.com berkesempatan wawancara ekslusif dengan Profesor Muliaman Dharmansyah Hadad, PhD, Duta Besar RI untuk Swiss dan Lichtenstein. Berikut petikannya.

Bagaimana KBRI Bern melihat perkembangan menjelang tiga minggu pelaksanaan referendum tersebut, khususnya mengenai Indonesian EFTA-Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) di Swiss?

Swiss merupakan negara yang sangat menjunjung proses demokrasi, dibuktikan dengan adanya referendum rutin untuk menyuarakan aspirasi warganya. Dalam hal ini, KBRI Bern sangat menghormati proses referendum sebagai hak warga negara Swiss untuk menentukan pilihan, sebagaimana pemilihan umum di Indonesia.

Sejauh ini, kami optimis, karena dari pihak pendukung, Guy Parmelinm (Presiden Swiss) sendiri yang memimpin barisan, berdialog dari satu forum ke forum lainnya, mengajak masyarakat untuk tetap mendukung IE-CEPA. Asosiasi pengusaha Swiss juga menyatakan dukungannya pada perjanjian ini, begitu juga dengan mayoritas anggota Parlemen. Pihak pendukung terus meyakinkan warga lokal bahwa dampak ekonomi yang didapat akan sangat menguntungkan apabila IE-CEPA dilanjutkan. Di sisi lain, pihak penentang juga masih bertahan dengan mempertanyakan isu terkait sustainability kelapa sawit, yang tentunya telah kami respons dengan berupaya memberikan informasi yang terkini dan faktual.

Mungkin salah satu sisi positif yang terjadi jelang referendum ini adalah warga Swiss lebih mengenal Indonesia, terutama citra Indonesia sebagai negara besar dan mitra dagang yang potensial. Banyak warga Swiss yang mencari tahu dan menjadi semakin tahu dengan negara kita, karena selama ini Indonesia hanya terkenal sebagai negara tujuan berselancar dan wisata pantai lainnya. Dengan adanya referendum ini, warga Swiss akhirnya juga mengetahui potensi ekonomi Indonesia yang besar. Tentu kita berharap dengan adanya pengetahuan "baru" tersebut, warga Swiss akan mendukung IE-CEPA ini.

Baca juga: Terus Diserang Uni Eropa Soal Kelapa Sawit, Akhirnya Malaysia Ajukan Komplain ke WTO

Kelompok yang menentang IE-CEPA sering mengangkat isu lingkungan hidup, khususnya dampak perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang dianggap merusak lingkungan, padahal ekspor kelapa sawit ke Swiss saat ini dalam jumlah yang kecil. Bagaimana KBRI Bern melihat hal ini?

Ekspor minyak kelapa sawit ke Swiss tercatat sebesar 40 ribu dollar AS pada 2019. Jumlah yang sangat kecil apabila dibandingkan ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara lainnya. Diharapkan dengan adanya IE-CEPA ini, nilai ekspor tersebut dapat meningkat, terutama dengan semangat sustainable yang dijunjung Indonesia dan negara EFTA lainnya. Terkait isu sustainable ini juga telah kami sampaikan dalam dialog dengan berbagai pihak di Swiss, bahwa emerintah Indonesia telah mengimplementasi berbagai peraturan dan kebijakan untuk meningkatkan perlindungan terhadap lingkungan hidup terkait perkebunan kelapa sawit, termasuk moratorium untuk membuka perkebunan kelapa sawit yang baru.

KBRI Bern juga telah menekankan bahwa IE-CEPA tidak melulu hanya minyak kelapa sawit, namun juga mencakup kerja sama di bidang perdagangan, investasi, peningkatan kapasitas, pengiriman tenaga kerja, dan lain sebagainya, yang tentunya akan menguntungkan seluruh pihak, termasuk Indonesia dan Swiss. IE-CEPA juga secara khusus memiliki bab terkait kerja sama yang sustainable sehingga prospeknya sangat bagus, karena isu sosial juga termasuk yang akan ditingkatkan melalui perjanjian ini.

Beberapa LSM Indonesia, dan juga dari Swiss, PanEco misalnya, membabi buta melakukan hal sama, terutama menyangkut dampak lingkungan hidup, bagaimana KBRI Bern menyikapi hal ini?

PanEco merupakan salah satu LSM asal Swiss yang bermitra dengan Indonesia khususnya untuk konservasi orangutan di Batangtoru. Selama beberapa tahun ini, PanEco ikut berkontribusi terhadap kelestarian orangutan di Indonesia. KBRI Bern memahami kekuatiran PanEco mengenai dampak lingkungan hidup, khususnya terhadap orangutan.

Secara informal, KBRI Bern telah mengadakan dialog dengan PanEco untuk menyampaikan upaya apa saja yang dilakukan Pemerintah Indonesia, misalnya, UU mengenai perlindungan dan konservasi orangutan, termasuk melakukan restorasi habitat orangutan. Kami juga telah membagikan berbagai kebijakan komprehensif yang ditempuh menyangkut orangutan, karena pada dasarnya, permasalahan lingkungan juga menyangkut isu-isu ekonomi dan sosial. Komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) pun dilakukan dengan menggandeng seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya domestik, tetapi juga negara lain dan lembaga internasional lainnya.

Baca juga: Kampanye Penolakan Kelapa Sawit Indonesia di Swiss Resmi Dimulai

Saat ini, Pemerintah Swiss melalui Kementerian Ekonomi (SECO), telah membantu agar minyak kelapa sawit yang sustainable bisa tercapai, termasuk dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani sawit. Petani yang sejahtera diharapkan akan berdampak positif pada kelestarian hutan dan perlindungan satwa liar. Komitmen dan kerja sama inilah yang akan diharapkan dapat ditingkatkan lebih baik lagi pada implementasi IE-CEPA kelak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com