Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB: Sanksi untuk Myanmar Harus Hati-hati Menargetkan Individu Dalang Kudeta

Kompas.com - 12/02/2021, 19:55 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

JENEWA, KOMPAS.com - PBB memperingatkan pada Jumat (12/2/2021) bahwa sanksi untuk kudeta Myanmar harus "dengan hati-hati ditargetkan", untuk menghindari merugikan orang-orang rentan.

"Setiap sanksi yang dipertimbangkan seharusnya berhati-hati menargetkan spesifik individu yang kredibel diduga telah melanggar hak-hak masyarakat," kata wakil kepala hak asasi PBB Nada al-Nashif seperti yang dilansir dari AFP pada Jumat (12/2/2021).

"Para pemimpin kudeta ini adalah fokus yang cocok untuk diberi tindakan semacam itu," ujarnya.

Baca juga: Junta Militer Myanmar Beri Amnesti kepada 23.000 Tahanan di Hari Spesial Ini

Al-Nashif berbicara di hadapan Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, menyatakan kekhawatirannya setelah Washington mengumumkan sanksi terhadap para jenderal di balik kudeta pekan lalu di Myanmar. Kemudian, negara lain sedang mempertimbangkan tindakan serupa.

Dia berpidato di sesi khusus dewan yang segera diminta oleh Inggris dan Uni Eropa untuk membahas situasi di Myanmar, setelah militer di sana merebut kendali negara (kudeta) pada 1 Februari.

Sanksi AS mengargetkan Min Aung Hlaing dan para jenderal senior lainnya, dengan Presiden Joe Biden mengumumkan memotong akses militer Myanmar terhadap dana simpanan 1 miliar dollar AS (Rp 13,9 triliun).

Baca juga: Jenderal Penguasa Myanmar Habis Kesabaran, Ancam Demonstran dengan Tindakan Efektif

Dunia menyaksikan

Kerusuhan besar berlangsung berhari-hari di seluruh kota Myanmar untuk menuntut dikembalikannya pemerintahan Aung San Suu Kyi yang digulingkan.

Kekhawatiran kemudian muncul terhadap taktik polisi yang keras dalam membubarkan demonstran yang sebagian besar melakukan protes dengan damai.

"Dunia sedang menonton," kata al-Nashif memperingatkan.

"Perintah kejam telah dikeluarkan pada pekan ini untuk mencegah aksi damai dan kebebasan berekspresi. Kehadiran polisi dan militer di jalan-jalan telah tumbuh secara progresif selama beberapa hari terakhir," ungkapnya.

Baca juga: Etnis Minoritas Myanmar Ikut Demonstrasi Menentang Kudeta Militer

"Mari kita perjelas. Penggunaan sembarangan terhadap senjata mematikan atau tidak mematikan untuk melawan aksi massa damai adalah tindakan yang tidak dapat diterima," tandasnya.

Selama sesi pada Jumat ini (12/2/2021), para diplomat akan mempertimbangkan rancangan resolusi yang menuntut pembebasan segera Suu Kyi, yang pada 1 Februari merupakan pemimpin sipil negara secara de facto.

Suu Kyi telah ditahan dengan puluhan dari anggota partainya, National League for Democracy (NLD), termasuk presiden Win Myint.

Baca juga: Detik-detik Polisi Myanmar Beralih Mendukung Demonstran Penentang Kudeta

Akhir jabatan Win Myint menandai satu dekade pemerintahan sipil di Myanmar dan memicu kecaman internasional.

Teks resolusi yang dimaksudkan PBB juga menuntut "pemulihan pemerintahan yang dipilih secara demokratis", dan "pencabutan segera dan permanen pembatasan internet, telekomunikasi, dan media sosial".

Selain itu, mendesak junta militer memberikan "akses penuh dan tidak terbatas" ke Myanmar kepada pengamat hak asasi PBB.

Sementara, rancangan resolusi PBB itu berhenti menyerukan sanksi terhadap para jenderal di balik kudeta.

Mengutip AFP, pengamat mungin telah menyarankan posisi yang lebih kuat itu perlu dihindari dalam teks resolusi PBB, untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas di dewan, di mana dukungan konsensus lebih disukai.

Baca juga: Biden Ancam Bekukan Aset Para Jenderal Myanmar yang Lakukan Kudeta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Interpol Ungkap Fakta Jaringan Global Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

Interpol Ungkap Fakta Jaringan Global Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

Global
Ukraina Jatuhkan 26 Drone Rusia dalam Semalam

Ukraina Jatuhkan 26 Drone Rusia dalam Semalam

Global
Jembatan Baltimore Runtuh, Apa Penyebab Pastinya dan Siapa Bertanggung Jawab?

Jembatan Baltimore Runtuh, Apa Penyebab Pastinya dan Siapa Bertanggung Jawab?

Global
Kisah Padmarajan, Orang India yang Kalah 238 Kali di Pemilu, Pantang Menyerah dan Akan Maju Lagi

Kisah Padmarajan, Orang India yang Kalah 238 Kali di Pemilu, Pantang Menyerah dan Akan Maju Lagi

Global
Apakah Resolusi PBB tentang Gencatan Senjata di Gaza Mengikat Israel?

Apakah Resolusi PBB tentang Gencatan Senjata di Gaza Mengikat Israel?

Internasional
Indonesia-Singapore Business Forum 2024 Bahas Arah Kebijakan Ekonomi RI Usai Pemilu

Indonesia-Singapore Business Forum 2024 Bahas Arah Kebijakan Ekonomi RI Usai Pemilu

Global
Tambah 2 Korban, Total Kematian akibat Suplemen Jepang Jadi 4 Orang

Tambah 2 Korban, Total Kematian akibat Suplemen Jepang Jadi 4 Orang

Global
Sapi Perah di AS Terdeteksi Idap Flu Burung

Sapi Perah di AS Terdeteksi Idap Flu Burung

Global
2 Jasad Korban Runtuhnya Jembatan Francis Scott Ditemukan

2 Jasad Korban Runtuhnya Jembatan Francis Scott Ditemukan

Global
Thailand Menuju Pelegalan Pernikahan Sesama Jenis

Thailand Menuju Pelegalan Pernikahan Sesama Jenis

Internasional
Anak Kecil Tewas Tersedot Pipa Selebar 30-40 Cm Tanpa Pengaman di Kolam Hotel

Anak Kecil Tewas Tersedot Pipa Selebar 30-40 Cm Tanpa Pengaman di Kolam Hotel

Global
Kebijakan Kontroversial Nayib Bukele Atasi Kejahatan di El Salvador

Kebijakan Kontroversial Nayib Bukele Atasi Kejahatan di El Salvador

Internasional
Rangkuman Hari Ke-763 Serangan Rusia ke Ukraina: 2 Agen Rusia Ditangkap | Ukraina-Rusia Saling Serang

Rangkuman Hari Ke-763 Serangan Rusia ke Ukraina: 2 Agen Rusia Ditangkap | Ukraina-Rusia Saling Serang

Global
Kepala Intelijen Rusia ke Korea Utara, Bahas Kerja Sama Keamanan

Kepala Intelijen Rusia ke Korea Utara, Bahas Kerja Sama Keamanan

Global
Pemimpin Hamas: Israel Keras Kepala dan Ingin Perang Terus Berlanjut

Pemimpin Hamas: Israel Keras Kepala dan Ingin Perang Terus Berlanjut

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com