Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Keluarga Indonesia Terinfeksi Covid-19 di Perantauan Tanpa Kerabat dan Asisten Rumah Tangga

Kompas.com - 12/01/2021, 16:23 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

BAYERN, KOMPAS.com - Keluarga kecil asal Indonesia di Bayern ini terjangkit Covid-19 secara bersamaan. Bagaimana mereka melewati masa itu tanpa kerabat di sekitarnya maupun asisten rumah tangga?

Koko Suwono dan istrinya Ellen Wijaya tidak pernah membayangkan sebelumnya, bisa sampai terkena virus corona sekeluarga, termasuk menjangkiti anak semata wayang mereka, seperti yang dilansir dari DW Indonesia pada Minggu (10/1/2021).  

Mimpi buruk itu tiba di awal musim dingin 2020, tatkala wabah Covid-19 jilid II melonjak di Jerman. Pada Jumat jelang akhir Oktober 2020, Koko pulang dari kantornya dan mengeluh tidak enak badan. Ia minum aspirin dan tidur lebih awal.

Baca juga: Otoritas Palestina Setujui Penggunaan Vaksin Covid-19 Sputnik V Buatan Rusia

“Gejala awalnya batuk, jadi tidak terpikir terkena virus corona. Saya pikir karena musim dingin biasanya kadang terkena flu. Tapi, Sabtu dan Minggunya terasa sakit di tulang-tulang,” ungkap Koko. Demamnya hingga 38 derajat Celsius.

Saat itulah Koko curiga ia terkena Covid-19. Sementara pada saat itu, anak dan istrinya masih belum menunjukkan gejala apa pun. Namun, Koko dan Ellen akhirnya memutuskan untuk tes PCR pada Senin.

Pada Rabu, hasil tes PCR mereka terima dan ketiganya baik Koko, Ellen dan anak balitanya, positif Covid-19. Koko yang bekerja di bidang konstruksi menduga ia terjangkit virus corona dari tempat kerjanya.

“Karena di antara kita bertiga yang paling banyak berinteraksi dengan banyak orang itu suamiku. Saya belakangan ini hanya ke supermarket, dan mengantar anak sekolah. Sementara sekolah anakku juga ketat. Kalau di masa pandemi seperti ini, jika ada anak-anak yang batuk pilek atau demam sedikit saja tidak boleh masuk,” ujar Ellen.

Baca juga: Kanada Luncurkan Penyelidikan Pertama Kasus Kematian Covid-19 di Lingkungan Kerja

Banyak makan makanan bergizi

“Ketika suamiku kondisinya turun, kita telepon ke hotline Covid-19 yang ada di sini dan berkontak dengan dokternya via online, suamiku menjelaskan kondisinya dan dokter itu hanya bilang kalau kita perlu menyiapkan Ibuprofen dan obat batuk,” demikian Ellen menceritakan. Ia pun menyiapkan vitamin-vitamin dan merebus air jahe dicampur kunyit dan lemon.

Di hari ke-5 sakitnya, Koko tidak bisa merasakan makanan dan kehilangan indera penciuman.

Di hari ke-11 Koko merasa lebih sehat, namun di hari yang sama giliran Ellen yang bergejala dan seperti Koko, indera perasa dan penciumannya terganggu.

Ia menjabarkan, “Tentunya karena kita tak bisa cium dan merasakan, nafsu makan berkurang, tapi di situ menurut kami, kita harus paksakan makan yang banyak supaya badan kita juga kuat. Karena kan obat untuk Covid-19 belum ada ya. Jadi, kita pikir satu-satunya cara untuk melawan virus itu ya imunitas badan kita sendiri, jadi makan itu harus tetap banyak yang bergizi.”

Koko menambahkan, “Kami makan banyak sekali untuk bisa kembali kuat, itu benar-benar terasa membantu.”

Hari ke-14, keduanya sudah merasa pulih. Namun ketika Koko kembali mencoba bekerja, kondisinya kembali turun, dan terpaksa beristirahat lagi.

Mereka merasa beruntung, anaknya yang juga positif Covid-19, tidak mengalami gejala apa pun. Sementara Ellen butuh 2 pekan untuk pulih, Koko butuh waktu 3 pekan untuk bisa sehat kembali.

Baca juga: Kekebalan Vaksin Covid-19 Moderna Bisa Bertahan Setidaknya Satu Tahun

Mengandalkan teman di perantauan

Hidup di rantau tanpa kerabat dan menderita sakit sekeluarga, menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Koko dan Ellen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com