WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Jelang kelengserannya 2 minggu lagi, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghadapi potensi pemakzulan keduanya.
Seruan mendepak Trump juga muncul di kalangan anggota Kongres dari Partai Demokrat dan Republik untuk mengaktifkan Amendemen Ke-25.
Lantas apakah fungsi amendemen itu dan bisakah dipakai untuk pemakzulan Trump jilid kedua?
Baca juga: Akhirnya, Trump Akui Kalah dari Biden, Kecam Kerusuhan di Capitol
Dilansir dari CNN dan CNET, Amendemen Ke-25 dan pemakzulan adalah dua hal yang berbeda, meski keduanya sama-sama bertujuan menggulingkan presiden.
Sederhananya, pemakzulan dapat melarang Trump mencalonkan diri sebagai presiden lagi, sedangkan Amendemen Ke-25 hanya untuk mendepak suami Melania tersebut dari jabatannya sekarang.
Namun, penerapan keduanya butuh persyaratan yang sangat ketat dan panjang.
"Presiden, Wakil Presiden, dan semua Pejabat sipil Amerika Serikat, akan diberhentikan dari jabatannya atas tuduhan pemakzulan, sebagai bentuk hukuman atas pengkhianatan, penyuapan, atau kejahatan dan pelanggaran lainnya."
Untuk memakzulkan, dibutuhkan total 216 suara dari DPR atau suara mayoritas ditambah satu.
Sidang kemudian digelar di Senat yang dipimpin Ketua Mahkamah Agung AS. Minimal dua pertiga dari total 100 senator harus setuju untuk pemakzulan.
Trump sebelumnya sempat dimakzulkan DPR AS pada 2019, tetapi Senat yang mayoritas dipegang Partai Republik membebaskannya.
Baca juga: Resolusi Pemakzulan terhadap Trump Sudah Dirilis, Ditandatangani Anggota Parlemen
Kongres termasuk anggota DPR dari Partai Republik, turut meminta Wakil Presiden Mike Pence mengaktifkan Amendemen Ke-25 Konstitusi AS.
Tidak seperti pemakzulan yang ditentukan Kongres, Amendemen Ke-25 butuh persetujuan dari Pence dan mayoritas menteri kabinet untuk mengambil alih kekuasaan.
Pasal 4 dari Amendemen Ke-25 memberi kewenangan pada Wapres AS plus mayoritas menteri kabinet, guna menentukan apakah presiden layak atau tidak melanjutkan jabatan.