Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demo Thailand Minta PBB Bantu Hapus UU Pencemaran Nama Baik Kerajaan

Kompas.com - 10/12/2020, 19:45 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

BANGKOK, KOMPAS.com - Aktivis demokrasi Thailand berunjuk rasa di kantor PBB di Bangkok, Thailand pada Kamis (10/12/2020), meminta agar pihaknya menekan pihak kerajaan mencabut UU pencemaran nama baik.

Para aktivis menilai UU pencemaran nama baik kerajaan Thailand hanya digunakan untuk membungkam gerakan pro-demorkasi mereka.

Melansir AFP pada Kamis (10/12/2020), setidaknya ada 23 pemimpin gerakan pro-demokrasi Thailand yang menghadapi dakwaan di bawah UU pencemaran nama baik kerajaan.

Kemudian kasus para aktivis tersebut menjadi poin tuntutan dalam demonstrasi yang menuntut reformasi terhadap monarki Thailand dan tuntutan agar ada pengawasan lebih terhadap pengaturan keuangan keluarga kerjaan.

Baca juga: Jadi Sorotan, dari Mana Sebenarnya Kekayaan Kerajaan Thailand?

Undang-undang lese majeste kerajaan Thailand melindungi Raja Maha Vajiralongkorn yang super kaya dan keluarga kerajaannya dari kritik. Siapa pun akan dihukum antara 3 hingga 15 tahun penjara.

Di antara puluhan aktivis Thailand di kantor PBB, ada Somyot Prueksakasemsuk, (59 tahun) yang sebelumnya menghabiskan 7 tahun di penjara dengan dakwaan lese majeste karena menerbitkan satir tentang keluarga fiktif kerajaan Thailand.

"Ini tidak baik untuk citra monarki Thailand," katanya kepada wartawan, seraya menambahkan bahwa mereka yang divonis pencemaran nama baik diperlakukan "seperti binatang" di penjara.

Baca juga: Rayakan Ulang Tahun Almarhum Ayahanda, Raja Thailand Ampuni 30.000 Tahanan

Kejahatan lese majeste telah tercatat selama lebih dari 1 abad di Thailand, tetapi terakhir kali diperkuat pada 1976.

Menurut Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha bahwa penggunaan undang-undang tersebut telah melambat sejak 2018 karena "belas kasihan" raja, tetapi bulan lalu perdana menteri memberi lampu hijau untuk digalakan lagi setelah berbulan-bulan protes pro-demokrasi belangsung.

Pemimpin protes Parit "Penguin" Chiwarak, yang didakwa berdasarkan undang-undang itu mengatakan dia khawatir penggunaannya akan menciptakan keretakan politik yang lebih besar antara sebagian besar aktivis demokrasi muda dan pendukung konservatif monarki.

Baca juga: Pakar Ternama Peringatkan Adanya Gelombang Kedua Covid-19 di Thailand

"Dalam sistem demokrasi, tidak perlu...serangan hukum. Kita bisa berbeda pendapat dan hidup bersama," ujar Chiwarak.

Ratusan demonstran juga berunjuk rasa pada Kamis di Memorial Bangkok yang memperingati kehidupan pendukung pro-demokrasi yang hilang selama pembantaian militer terjadi pada 1973.

"Kebebasan berbicara adalah hak setiap orang," kata Tuvanon, seorang pramugari berusia 27 tahun kepada AFP.

Baca juga: [POPULER GLOBAL] Selir Raja Thailand Terancam Digulingkan Lagi | Jenazah Pria Ditolak di Pemakamannya

"Ketika raja atau keluarga kerajaan membelanjakan uang, itu sebenarnya pajak kami. Tapi, kami tidak dapat (mengkritik) bagaimana mereka menggunakan uang kami," lanjutnya.

Polisi semalaman memasang kontainer pengiriman yang ditumpuk satu sama lain dan blokade kawat untuk menghentikan pengunjuk rasa berbaris menuju Gedung Pemerintah, istana kerajaan, dan situs sensitif lainnya.

Selain menyerukan reformasi monarki, pengunjuk rasa menuntut penulisan ulang konstitusi yang ditulis ulang oleh milite dan menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, yang berkuasa dalam kudeta 2014.

Baca juga: PM Thailand Menangi Pertarungan Hukum dan Tetap Menjabat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com