Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trauma 40 Tahun Perang, Warga Afghanistan Berharap Perjanjian Damai Bukan Tipuan

Kompas.com - 18/10/2020, 21:52 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KABUL, KOMPAS.com - Di museum Kabul yang menghormati para korban perang Afghanistan, pengunjung mengungkapkan betapa banyak rasa sakit yang dirasakan lapisan masyarakat dari berbagai generasi selama 40 tahun konflik yang tak henti-hentinya.

Fakhria Hayat mengenang serangan yang mengubah keluarganya selamanya. Saat itu tejadi pada 1995, yang mana ibu kota Afghanistan dikepung, dihantam oleh roket yang ditembakkan oleh kelompok mujahidin saingan.

Melansir Associated Press pada Minggu (18/10/2020), sebuah roket menghantam halaman rumahnya, membunuh saudara laki-lakinya dan membuat saudara perempuannya selamanya di kursi roda.

Seorang warga lainnya, Danish Habibi bercerita pada 2000, dia masih kecil ketika Taliban menyerbu desanya di Lembah Bamiyan yang tenang di Afghanistan.

Ingatannya tentang hari-hari itu berulang kali menjadi mimpi buruk. Laki-laki dipisahkan secara paksa dari istri dan anak. Puluhan orang tewas.

Ayah Habibi sempat menghilang dan kembali dalam keadaan babak belur, terluka parah, dan tidak pernah bisa bekerja lagi. Habibi bertanya-tanya bagaimana dia bisa menerima perdamaian dengan Taliban.

Baca juga: Taliban dan Pemerintah Afghanistan Dituntut Damai untuk AS Tarik Mundur Semua Pasukan

Reyhana Hashimi, seorang warga lainnya menceritakan bagaimana saudara perempuannya yang berusia 15 tahun, Atifa, dibunuh oleh pasukan keamanan Afghanistan, pada 2018.

Atifa meninggalkan rumah untuk mengikuti ujian, yang justru membuatnya terjebak dalam demonstrasi memprotes penangkapan seorang pemimpin Hazara. Pasukan Afghanistan menembaki pengunjuk rasa.

"Mereka menembak adik saya tepat di jantung," kata Hashimi. “Tidak ada seorang pun dari pemerintah yang datang untuk meminta maaf. Mereka mencoba mengatakan dia adalah seorang pengunjuk rasa. Dia tidak. Dia hanya ingin mengerjakan ujiannya."

Saat ini, keluhan yang menumpuk dan belum terselesaikan membayangi negosiasi intra-Afghanistan yang sedang berlangsung di negara Teluk Qatar.

Washington menandatangani kesepakatan dengan Taliban pada Februari 2020 untuk membuka jalan bagi pembicaraan Doha dan penarikan pasukan Amerika pada akhirnya.

Amerika memperjuangkan kesepakatan itu sebagai peluang terbaik Afghanistan untuk perdamaian abadi.

Sebenarnya warga Afghanistan tidak begitu yakin. Namun, mereka mengatakan mencegah perang berikutnya sama pentingnya dengan mengakhiri perang saat ini.

Baca juga: Serangan Bunuh Diri Targetkan Gubernur Afghanistan, 8 Tewas

Afghanistan telah berperang selama lebih dari 40 tahun. Pertama adalah invasi Soviet pada 1979 dan 9 tahun pertempuran.

Penarikan Soviet membuka perang saudara yang pahit, di mana faksi-faksi mujahidin mencabik-cabik negara itu untuk memperebutkan kekuasaan dan menewaskan lebih dari 50.000 orang sampai Taliban mengambil alih pada 1996.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com