Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Ditangkap Usai Cabut Benda Seni Afrika Abad 19 di Museum

Kompas.com - 15/10/2020, 12:10 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

PARIS, KOMPAS.com - Seorang aktivis etnis Kongo didenda 2.000 euro (sekitar Rp 34 juta) pada Rabu (14/10/2020) setelah mencoba mencabut tiang pemakaman Afrika abad 19 yang dipajang di museum Quai Branly Museum

Melansir Associated Press (AP) Emery Mwazulu Diyabanza melakukan hal itu sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan era kolonial. Dia melakukan pencabutan tiang itu sembari menayangkan secara online.

Pengadilan Paris menghukum Diyabanza dan dua aktivis lainnya atas percobaan pencurian dengan vonis 10 tahun penjara dan denda 150.000 euro (sekitar 2,5 miliar).

Baca juga: Wabah Ebola Muncul Lagi di Kongo, Saat Akan Dinyatakan Berakhir

Aktivis dan pengacara pembela memandang kasus ini sebagai persidangan tentang bagaimana bekas kekaisaran harus menebus kejahatan di masa lalu.

Tindakan Diyabanza terjadi pada Juni 2020 lalu, di tengah protes global terhadap ketidakadilan rasial dan kesalahan era kolonial, buntut kematian George Floyd di AS.

Floyd, seorang pria keturunan Afro-Amerika yang ditahan dan ditindih lehernya oleh polisi, meninggal pada 25 Mei 2020.

Dalam protesnya di Museum Quai Branly, Paris, Diyabanza dan aktivis lain mencabut tiang pemakaman Afrika sembari memberikan pernyataan langsung tentang seni Afrika yang dijarah.

Baca juga: Larang Pengunjung Masuk karena Tampilkan Belahan Dada, Museum Paris Minta Maaf

Melihat itu, penjaga dengan cepat menghentikan mereka. Para aktivis berpendapat bahwa mereka tidak pernah berencana untuk mencuri karya tersebut, tetapi hanya ingin menunjukkan asal-usulnya.

Hakim ketua bersikeras persidangan harus fokus pada insiden tiang pemakaman dan bahwa pengadilannya tidak kompeten untuk menilai era kolonial Perancis.

Pejabat Perancis mengecam insiden yang terjadi di Museum Quai Branly itu, dengan mengatakan bahwa itu akan mengancam negosiasi yang sedang berlangsung dengan negara-negara Afrika seperti yang telah dilakukan oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron pada 2018 untuk upaya restitusi legal dan terorganisir.

Diyabanza tidak menyesal dan berjanji untuk mengajukan banding atas hukuman tersebut dengan apa yang disebutnya sebagai "hakim pemerintah yang gagal dalam tugas moralnya".

Baca juga: Museum Auschwitz Kecam Parodi Korban Holocaust di TikTok

"Kami mendapatkan legitimasi kami untuk mencoba memulihkan warisan kami dan memberi orang-orang kami akses ke sana," kata pria yang memakai peci hitam itu kepada wartawan.

Diyabanza sebelumnya telah melakukan tindakan serupa di Belanda dan kota Marseille di Perancis selatan.

Dia menuduh museum Eropa menghasilkan jutaan karya seni yang diambil dari negara-negara yang sekarang miskin seperti Kongo, dan mengatakan bahwa benda seperti tiang pemakaman, yang berasal dari Chad saat ini, harus menjadi salah satu karya yang dikembalikan ke Afrika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com