ANKARA, KOMPAS.com – Turki dan Rusia turun tangan membahas ketegangan dan pertempuran antara Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh.
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengatakan kepada Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoygu bahwa Armenia harus menghentikan serangan yang menargetkan pemukiman sipil.
Hal itu dilaporkan oleh Kementerian Pertahanan Turki melalui sebuah pernyataan tertulis sebagaimana dilansir dari Yeni Safak, Selasa (13/10/2020).
Itu karena Armenia dianggap melanggar kesepakatan gencatan senjata terbaru antara negara tersebut dengan Azerbaijan.
Baca juga: Turki Minta Rusia Bujuk Armenia agar Angkat Kaki dari Nagorno-Karabakh
Akar mengatakan hal tersebut kepada Shoygu melalui sambungan telepon pada Senin (12/10/2020).
Dia menambahkan bahwa Azerbaijan tidak akan menunggu 30 tahun lagi untuk membuat resolusi jika Armenia terus menargetkan pemukiman sipil dan tidak segera angkat kaki dari wilayah Azerbaijan.
Baik Azerbaijan dan Armenia sepakat untuk melakukan gencatan senjata pada Sabtu (10/10/2020). Namun kesepakatan tersebut masih diwarnai baku tembak oleh kedua belah pihak.
Selain membahas konflik Armenia dan Azerbaijan, Akar dan Shoygu juga membahas perkembangan yang sedang berlangsung di Libya dan Idlib, Suriah.
Baca juga: Turki Bakal Kirim Kapal Penelitian Lagi ke Mediterania Timur, Yunani Marah
Mengenai situasi di Idlib, Suriah, Akar mengatakan Turki telah menyampaikan komitmennya yang sejalan dengan kesepakatannya dengan Rusia pada Maret.
Akar menambahkan pihaknya terus memastikan bahwa warga sipil yang tidak bersalah dapat dengan aman dan sukarela kembali ke rumah mereka.
Terkait masalah Libya, Akar kembali menegaskan bahwa Turki terus mendukung Libya yang merdeka dan stabil.
Baca juga: Sempat Ditarik, Turki Akan Kirim Kapal Peneliti Lagi ke Mediterania Timur
Ankara juga akan terus berupaya untuk memastikan agar stabilitas di kawasan tersebut dapat segera dipulihkan.
Libya telah dilanda perang saudara sejak penggulingan Muammar Gaddafi pada 2011.
Pemerintah Kesepakatan Nasional didirikan pada 2015 di bawah perjanjian yang dipimpin PBB.
Tetapi upaya penyelesaian politik jangka panjang gagal karena adanya konflik dengan pasukan Tentara Nasional Libya yang dipimpin Khalifa Haftar.
Baca juga: Azerbaijan-Armenia Langgar Gencatan Senjata, Begini Reaksi Uni Eropa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.