Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa di Jerman Tidak Ada Pelajaran Sejarah Kolonialisme?

Kompas.com - 10/10/2020, 17:47 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

BERLIN, KOMPAS.com - Pada uang kertas 200 dolar Namibia ada wajah Hendrik Witbooi. Murid sekolah di Namibia kenal sosok ini, karena dia dihormati sebagai pahlawan nasional yang berperang melawan kekuasaan kolonial Jerman pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20.

Pasukan Jerman ketika itu melakukan pembantaian massal terhadap etnis Herero dan Nama.

Tapi di Jerman, hampir tidak ada murid yang kenal Hendrik Wootboi, karena di jadwal pelajaran resmi sekolah tidak ada mata pelajaran mengenai masa itu, apalagi buku pelajaran tentang itu.

Baca juga: Menteri Jerman Larang Raja Thailand Memerintah dari Negara Mereka

Kelompok "Gemeinsam für Afrika" (Bersama untuk Afrika) sekarang membuat bahan-bahan pelajaran tentang Hendrik Witbooi dan tema-tema masa kolonialisme Jerman.

Mereka berharap, ada guru-guru sekolah yang mau menggunakan bahan-bahan itu di jam pelajarannya.

"Seharusnya jadwal pelajaran (resmi) memang ditinjau lagi, termasuk buku pelajarannya," kata Abigail Fugah. Aktivis berusia 26 tahun itu yang mulai mengedarkan petisi, dan sekarang sudah ditandatangani hampir 95.000 orang.

"Yang diajarkan di sekolah sekarang tidak cukup," kata Abigail Fugah yang lahir di Jerman kepada DW.

Selama masa sekolahnya, para guru tidak pernah menyinggung sejarah kolonialisme Jerman. Tema rasialisme juga tidak pernah dibahas. Padahal dia mengalami sendiri sikap rasialisme.

"Masa sekolah saya tidak mudah, kedua orang tua saya berasal dari Ghana", jelasnya.

Baca juga: Ketua DPD Gerindra Jatim Meninggal, Prabowo Sempat Beri Obat Covid-19 dari Jerman

Etnis Herero yang ditawan pasukan Jerman di Namibia pada masa kolonialisme.ULLSTEIN BILD via DW INDONESIA Etnis Herero yang ditawan pasukan Jerman di Namibia pada masa kolonialisme.
Pelajaran sejarah fokus pada Perang Dunia II

Hanya jika orang mengenal sejarah kolonialisme ini, orang bisa memahami munculnya sikap rasialisme, kata Abigail Fugah.

"Jika anak-anak kulit hitam sudah berumur untuk mengalami rasialisme, seharusnya anak-anak kulit putih juga sudah cukup umur untuk belajar tentang itu."

Reaksi terhadap dia dan kelompoknya, yang menyebarkan petisi, beragam.

"Kebanyakan kritik justru datang dari para guru. Mereka menuduh kami tidak memperhatikan, bahwa pelajaran sejarah kolonialisme sudah ada dalam kurikulum sekolah. Masalahnya, itu bukan mata pelajaran wajib."

Yang menjadi fokus pelajaran sejarah di Jerman tentu saja peristiwa Holocaust, pembunuhan terhadap enam juta warga Yahudi, Perang Dunia Kedua, era Perang Dingin, dan perpecahan Jerman.

Itu semua tema-tema besar dan hanya sedikit waktu tersisa untuk tema-tema lain, kecuali kalau ada guru yang secara sadar memang ingin membahas tema itu lebih jauh, seperti Imke Stahlmann, guru di Hamburg.

Baca juga: Masih Ada Polisi Jerman yang Berpandangan Ultranasionalis, Meski Hanya 1 Persen

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com