BANGKOK, KOMPAS.com - Aksi unjuk rasa di Thailand semakin berani dalam mengkritik Raja Maha Vajiralongkorn dan menuntut perubahan.
Keberanian tersebut tak terlepas dari pematahan tabu lama dalam mengkritik monarki Thailand oleh pengunjuk rasa pada Agustus sebagaimana dilansir dari Reuters, Minggu (20/9/2020).
Baca juga: Berani Menentang Raja, Ini Penyebab Demo Thailand dan Prediksi Selanjutnya
Protes anti-pemerintah di Thailand muncul pada tahun lalu setelah pengadilan melarang partai yang vokal menentang Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha.
Pada awal tahun, aksi protes terjeda karena adanya penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona.
Aksi protes kembali dilancarkan pada pertengahan Juli. Mereka menuntut pengunduran diri Prayuth, menyerukan konstitusi yang baru, dan menuntut diakhirinya gangguan terhadap aktivis.
Beberapa pengunjuk rasa bahkan melangkah lebih jauh dengan menyodorkan 10 tuntutan untuk mereformasi monarki.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka tidak berusaha untuk mengakhiri monarki, hanya mereformasinya. Tetapi kaum konservatif merasa ngeri atas serangan seperti itu.
Prayuth mengatakan meski protes harus dibiarkan, mengkritik monarki menurutnya terlalu berlebihan.
Di sisi lain, pihak Istana Kerajaan tidak mengomentari aksi unjuk rasa meski mereka menuntut adanya reformasi berulang kali.
Baca juga: Tantang Raja Thailand, Pengunjuk Rasa Pasang Plakat Negara Milik Rakyat