MANILA, KOMPAS.com – Kepolisian Filipina berencana untuk memantau aktivitas media sosial rakyat Filipina untuk menegakkan aturan karantina.
Namun rencana tersebut menuai kritik dari netizen dan sejumlah aktivis sebagaimana dilansir dari Reuters, Minggu (6/9/2020).
Mereka menyebut Kepolisian Filipina bersikap sewenang-wenang dan menerapkan standar ganda jika rencana tersebut benar-benar terlaksana.
Letnan Jenderal Polisi Guillermo Eleazar, kepala satuan tugas yang menegakkan protokol karantina, memperingatkan adanya denda dan hukuman bagi orang-orang yang melanggar tindakan pencegahan penyebaran virus corona.
Baca juga: Filipina Umumkan Identitas Pelaku Bom Bunuh Diri yang Tewaskan 14 Orang di Jolo
Sementara itu, pelanggar larangan meminum minuman keras juga akan menghadapi dakwaan tambahan.
"Polisi dapat menggunakan unggahan publik di media sosial sebagai petunjuk. Ini akan melampaui operasi visibilitas polisi dan akan melengkapi laporan yang kami dapatkan dari hotline polisi," kata Eleazar kepada Reuters melalui sambungan telepon.
Manila mengakhiri putaran kedua penerapan karantina yang ketat pada 19 Agustus untuk meningkatkan aktivitas bisnis.
Namun pemerintah mewajibkan rakyatnya untuk memakai masker di depan umum dan menerapkan jaga jarak 1 meter.
Baca juga: Wanita Indonesia Disebut Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Selatan yang Tewaskan 14 Orang
Sementara itu kelompok anak-anak, orang tua, dan wanita hamil didesak untuk tinggal di rumah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bayan, Renato Reyes, mengatakan polisi ingin mengubah pandemi virus corona menjadi negara polisi.
“Di mana setiap tindakan diawasi oleh pihak berwenang," tulis Sekjen dari kelompok aktivis sayap kiri tersebut di akun Twitter-nya.
Rencana pemantauan media sosial oleh polisi dilontarkan Kepolisian Fipilipina pada Sabtu (5/9/2020).
Baca juga: Buntut Ledakan di Filipina, Penerapan Darurat Militer Diajukan