Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebanon Diyakini Tidak akan Terima Bantuan dari Israel, Ini Sebabnya

Kompas.com - 06/08/2020, 11:49 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

BEIRUT, KOMPAS.com - Pasca-ledakan dahsyat yang menghantam Beirut, Lebanon, pada Selasa (4/8/2020), banyak negara yang berbondong-bondong segera menyatakan siap mengirimkan bantuan ke sana. Tidak terkecuali Israel, musuh bebuyutannya.

Pada Rabu (5/8/2020), sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan telah menginstruksikan Dewan Keamanan Nasional Israel untuk mengontak utusan PBB Timur Tengah, Nickolay Mladenov.

Isi pesan tersebut adalah untuk menjelaskan bagaimana Israel dapat membantu Lebanon atas insiden ledakan di Beirut. Saat ini setidaknya telah menewaskan 135 orang dan 5.000 orang luka-luka.

Baca juga: Musuh Bebuyutan Lebanon, Israel, Tawarkan Bantuan Pasca-diguncang Ledakan

Israel menawarkan bantuan kepada Lebanon, "mendekati otoritas Lebanon melalui sejumlah jalur", untuk memberikan bantuan medis dan kemanusiaan sebagai upaya membantu mengatasi bencana ledakan dahsyat di Beirut.

Presiden Israel Reuven Rivlin juga menyampaikan belasungkawa kepada rakyat Lebanon, sedangkan kepala beberapa rumah sakit Israel mengatakan bahwa mereka akan bersedia menerima pasien dari Beirut dan merawat mereka di pusat-pusat kesehatan di seluruh negeri.

Melansir Sputnik News pada Rabu (5/8/2020), mengingat sejarah permusuhan kedua negara, seorang analis politik mengatakan, Lebanon "tidak mungkin" menerima tawaran bantuan Israel.

Kerja sama yang tidak mungkin

Seorang analis politik yang berbasis dia Beirut, Lebanon, Mohammed Kleit, mengatakan sebagaimana buruknya kondisi Lebanon sekarang ini akibat ledakan dahsyat yang memorak-porandakan ibu kota Lebanon, akan "sangat tidak masukan akal" untuk membayangkan bahwa negaranya akan bersedia menerima bantuan dari Israel.

Sementara, secara resmi pemerintah Lebanon belum mengeluarkan pernyataan sama sekali terkait tawaran bantuan dari pemerintahan lawan perangnya itu.

Baca juga: Israel Bantah Terlibat dalam Ledakan di Beirut, Lebanon

Namun, tertuang dalam UU Lebanon 1955 yang menyebutkan, melarang warga negara memiliki hubungan bisnsis atau komersial apa pun dengan Israel.

Kemudian, ada pasal 278 KUHP yang menetapkan bahwa menjaga kontak dengan negara Yahudi itu ilegal dan melarang interaksi dnegan orang Israel.

Dengan landasan hukum tertulis itu juga, Kleit berpendapat bahwa menerima bantuan dari "negara musuh" tidak mungkin dilakukan, terutama mengingat fakta bahwa negara-negara lain, termasuk Iran, Turki, dan sejumlah negara Barat, telah menyatakan niat mereka untuk membantu.

"Pada dasarnya tidak mungkin untuk menjembatani apa pun antara kedua negara, mengingat ada partai politik yang berpengaruh di pemerintahan dan parlemen (negara) yang menentang segala jenis hubungan dengan Israel, bahkan pada saat krisis (seperti yang kita lihat sekarang," ujar Kleit.

Baca juga: Ledakan Lebanon, Raja Salman Perintahkan Segera Kirim Bantuan Kemanusiaan

Lebih lanjut, Kleit menjelaskan "para pemain berpengaruh di Lebanon, di antaranya Hezbollah, milisi Syiah yang didukung oleh Iran untuk memasuki arena politik Lebanon pada 1990, dan telah menjadi bagian dari parlemen negara sejak 2005.

Bersama dengan partai-partai agama lainnya, Hezbollah sekarang membentuk blok terbesar di parlemen Lebanon dan "mengambil keputusan" untuk urusan dalam negeri dan luar negeri.

Itu berarti bahwa pemulihan hubungan dengan Israel tidak mungkin terjadi, terutama karena sejarah berdarah yang menyelimuti keduanya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com