DHAKA, KOMPAS.com - Seorang pria Rohingya 71 tahun di kamp pengungsi Bangladesh dilaporkan meninggal karena Covid-19, menjadikannya korban pertama wabah itu.
Pakar kesehatan sudah lama mengkhawatirkan wabah mematikan itu bisa menghantam gubuk bambu, menampung hampir sejuta etnis yang mengungsi dari Nyanmar pada 2017.
Toha Bhuiyan, pejabat kesehatan senior di Distrik Cox's Bazaar menyatakan, pria 71 tahun itu meninggal pada Minggu (31/5/2020).
Baca juga: Terombang-ambing, Nasib Rohingya di Tengah Ketatnya Perbatasan Asia Tenggara
Hasil kesehatan pria 71 tahun itu kemudian keluar Senin malam waktu setempat (1/6/2020), di mana dia positif terinfeksi Covid-19.
Mohammad Shafi, seorang guru Rohingya sekaligus tetangga korban di kamp pengungsi, menuturkan lelaki itu menderita tekanan darah tinggi dan masalah ginjal.
"Tidak ada yang menyadari dia terkena virus corona. Kabar ini jelas mengejutkan kami," jelas Shafi seperti diwartakan AFP Selasa (2/6/2020).
Dia menjelaskan, dalam beberapa pekan terakhir ada yang menderita demam, sakit kepala, serta rasa sakit di sekujur tubuh.
Namun, mereka mengira rsa sakit itu dikarenakan perubahan cuaca. Jadi, mereka sama sekali tak berpikir memeriksakan diri untuk virus.
Baca juga: 500 Imigran Rohingya Akan Masuk Perairan Aceh, Polisi Perketat Pengawasan
Korban meninggal itu dilaporkan berada di Kutupalong, tenggara Bangladesh, yang merupakan kamp pengungsi terbesar di dunia.
Pria itu merupakan satu dari 29 warga Rohingya yang positif terinfeksi virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China, pada akhir 2019 itu.
Bhuiyan menerangkan, korban meninggal dalam fasilitas isolasi yang dikelola Dokter Lintas Batas, dan dimakamkan di hari yang sama.
Dia menyatakan, otoritas saat ini berusaha melacak siapa saja yang melakukan kontak dengan korban, di mana sudah ada sembilan orang yang diisolasi.
Baca juga: Ketika Virus Corona Mulai Menginfeksi Kamp Pengungsian Rohingya di Bangladesh...
Lebih dari 740.000 orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar, buntut operasi militer pada 2017, dan ditampung di Cox's Bazaar.
Pada awal April, otoritas lokal menerapkan lockdown di Cox's Bazaar, rumah bagi 3,4 juta orang termasuk pengungsi, setelah angka penularan meningkat.
Negara di Asia Selatan itu mengalami lonjakan kasus dalam beberapa pekan terakhir, di mana mereka total melaporkan 60.000 penularan dan 700 kematian.