Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petugas Karcis di London Tewas akibat Covid-19 Setelah Diludahi Seorang Pria

Kompas.com - 13/05/2020, 11:01 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber Sky News

LONDON, KOMPAS.com - Seorang petugas karcis di Stasiun Victoria, London, dikabarkan tewas setelah diludahi seorang pria yang mengaku terinfeksi Covid-19.

Petugas karcis itu, Belly Mujinga (47), pada 22 Maret lalu tengah bekerja dengan seorang rekannya di sebuah tempat terbuka di Stasiun Victoria, kemudian diludahi oleh seorang pria yang mengklaim dirinya memiliki Covid-19.

Pria itu bertanya kepada Mujinga dan rekannya, "Kenapa kalian berdua di sini?"

Mujinga dan rekannya menjawab, "Kami sedang bekerja."

Lalu pria itu menjawab, "Saya punya Covid-19," lalu pria itu tiba-tiba meludahi Mujinga dan rekannya.

Baca juga: Jasad Petugas Medis NHS Ini Sempat Hilang, Keluarga Keluhkan Biaya Pemakaman

Keluarga Mujinga dan rekannya mengatakan kemudian pada Sky News bahwa keduanya saat itu ketakutan karena merasa jiwa mereka terancam dan diminta tidak kembali bekerja keluar ruangan tiket. Mujinga dan kawannya diminta untuk tetap berada di dalam ruang tiket.

Setelah kematian Mujinga, keluarganya mengatakan bahwa kematian wanita itu memicu pertikaian baru tentang keselamatan pekerja di garis depan terhadap perlawanan virus.

Para pekerja garda depan yang juga dikenal dengan istilah pekerja kunci (key worker) di Inggris ini tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) ataupun perlindungan untuk pekerja yang mempunyai masalah kesehatan bawaan.

Sayangnya, polisi transportasi Inggris tidak menemukan catatan tentang peristiwa tersebut. Akan tetapi, mereka berjanji untuk tetap menginvestigasi.

Baca juga: Galang Dana dengan Jalan Kaki untuk NHS, Veteran Ini Kumpulkan Rp 309 Miliar

Beberapa hari setelah serangan itu, Mujinga dan rekannya jatuh sakit karena virus corona. Suami Mujinga, Lusamba Gode Katalay, mengatakan, "Mereka tidak diberi masker ataupun sarung tangan, jadi mereka bisa terpapar begitu saja oleh banyak orang."

"Atasannya, perusahaan, dan negara harus melihat ini," kata Katalay.

Mujinga dan rekannya memang tidak memakai APD saat perisitiwa itu berlangsung. Peristiwa itu terjadi sehari sebelum lockdown akibat virus corona dimulai.

Katalay mengatakan, "Saya dan Ingrid (putrinya yang berusia 11 tahun) melihat Belly Mujinga pada 2 April ketika dia pergi ke rumah sakit. Lalu kami tidak melihatnya lagi. Dia dikuburkan dan kami tidak bisa melihatnya."

Belly Mujinga meninggal di rumah sakit Barnet pada 5 April, dua pekan setelah serangan itu. Keponakannya, Ntumba, mengatakan bahwa keadilan harus ditegakkan.

Baca juga: Ini Cerita dari Seorang Dokter Muda NHS Garda Depan Perlawanan Virus Corona

"Keadilan harus ditegakkan. Ketika peristiwa itu terjadi, bisa saja dia (Mujinga) membawa virus ke rumahnya. Ada suami dan anaknya di sini. Kami bisa kehilangan semuanya. Kami butuh keadilan, jika orang itu tertangkap, dia perlu dihukum untuk Belly."

Dalam kasus ini memang tidak mudah untuk mengatakan bahwa Belly Mujinga tertular virus corona dari insiden meludah yang diterimanya.

Namun, ketika lockdown dikurangi, kematian Mujinga menimbulkan sejumlah pertanyaan bagi orang yang diminta untuk kembali bekerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com