Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19 di AS Tembus 710.021 Kasus, 31,5 Persen dari Total Kasus di Dunia

Kompas.com - 18/04/2020, 12:19 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) pada Jumat (17/4/2020) mengumumkan jumlah kasus Covid-19 mencapai angka 700.000, menurut penghitungan Universitas Johns Hopkins.

Kemudian data dari Worldometers hingga Sabtu (18/4/2020) WIB menunjukkan, AS telah mencatatkan 710.021 kasus virus corona atau 31,5 persen dari total kasus di seluruh dunia.

Jumlah kasus secara global sebanyak 2.250.790, dan AS adalah negara dengan kasus virus corona terbanyak di dunia.

Baca juga: Studi Ilmuwan AS: Obat Covid-19 Remdesivir Sukses Diuji Coba ke Monyet

Universitas yang berbasis di Baltimore itu juga mengumumkan jumlah korban meninggal di AS mencapai 36.773 hingga Jumat pukul 20.30.

Angka korban meninggal meningkat pada Sabtu siang WIB, dengan jumlah 37.158 menurut data dari Worldometers.

Universitas Johns Hopkins menambahkan, dalam 24 jam terakhir terdapat 3.856 korban meninggal akibat Covid-19.

Akan tetapi, angka itu kemungkinan termasuk kematian yang sebelumnya belum terhitung.

Baca juga: Tensi Memanas, 11 Kapal Iran Kepung 6 Kapal AS

Dilansir dari AFP, pekan ini New York City mengatakan akan menambah 3.778 "kemungkinan" korban meninggal Covid-19 ke hitungan resminya.

Sementara itu Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mencatatkan korban meninggal hingga Jumat malam sebanyak 33.049 orang, termasuk 4.226 kemungkinan korban yang terkait dengan Covid-19.

Jumlah korban meninggal di Negeri "Uncle Sam" juga merupakan yang terbanyak di dunia.

Baca juga: Studi Awal Tunjukkan Kemanjuran Obat Covid-19 Keluaran Bioteknologi AS Gilead

Di bawahnya ada Italia dengan 22.745 nyawa terenggut akibat virus corona, meski negara itu populasinya hanya seperlima dari AS.

Kemudian Spanyol menjadi negara dengan korban meninggal terbanyak ketiga (19.478), diikuti Perancis (18.681) menurut pemberitaan dari AFP.

Warga AS sebut Trump lambat tangani virus corona

Hampir dua pertiga warga Amerika Serikat ( AS) mengatakan, Presiden Donald Trump terlalu lambat menangani virus corona.

Survei yang diterbitkan Pusat Penelitian Pew pada Kamis (16/4/2020) menunjukkan, 65 persen responden menyebut Trump lambat menanggapi Covid-19 ketika negara lain sudah melaporkan kasus pertamanya.

Baca juga: Survei: Hampir Dua Pertiga Warga AS Sebut Trump Lambat Tangani Covid-19

Survei dari pusat penelitian yang berbasis di Washington DC ini dilakukan pada 7-12 April dengan sampel 4.917 orang dewasa Negeri "Uncle Sam".

Dari survei itu juga terlihat 52 persen responden menyebut komentar publik Trump membuat situasi tampaknya lebih baik dari yang sebenarnya.

Kemudian 39 persen responden menganggap Trump mengatakan situasi apa adanya, sedangkan 8 persen lainnya mengatakan sang presiden membuat situasi tampak lebih buruk daripada kenyataannya.

Baca juga: Trump: Kasus Virus Corona di China Jauh Lebih Tinggi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Global
AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Global
Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Global
Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Global
Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Global
Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Global
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com