Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wabah Corona Picu Maraknya Peredaran Obat-obatan dan Alat Medis Palsu

Kompas.com - 12/04/2020, 17:53 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

KOMPAS.com - Wabah virus corona memicu banyaknya obat-obatan dan alat medis palsu yang beredar di kalangan masyarakat seluruh dunia.

Banyak orang menumpuk persediaan obat-obatan yang mereka anggap penting. Namun dengan pembatasan wilayah di dua negara produsen obat terbesar di dunia, China dan India, permintaan kini melebihi pasokan. Maka meningkatlah sirkulasi obat-obatan palsu.

Di minggu yang sama ketika Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pandemi virus corona, Operation Pangea, unit di Interpol untuk melawan kejahatan farmasi global, melakukan 121 penangkapan di 90 negara selama tujuh hari.

Penangkapan ini disertai penyitaan terhadap obat-obatan palsu dan berbahaya senilai 14 juta dollar AS (sekitar Rp 221,2 miliar).

Baca juga: Ini Pencerahan dari WHO soal Obat Kumur, Sinar Matahari, dan Bawang Putih Terkait Virus Corona

Dari Malaysia hingga Mozambik, petugas kepolisian menyita puluhan ribu masker dan obat-obatan palsu, beberapa di antaranya diklaim mampu menyembuhkan Covid-19.

"Perdagangan ilegal alat medis selama krisis seperti ini benar-benar memperlihatkan tidak adanya kepedulian terhadap hidup orang,” kata Sekjen Interpol Jurgen Stock.

Menurut WHO, perdagangan obat palsu – termasuk di dalamnya obat tercemar, obat tanpa bahan aktif, atau obat kadaluwarsa – nilainya bisa mencapai 30 miliar dolar AS (sekitar Rp 474 triliun) di negara-negara miskin dan negara berpendapatan menengah.

Baca juga: Akademisi UGM: Pasien Hipertensi Tetap Minum Obat Ini Saat Pandemi Covid-19

"Hasil terbaik dari obat ini adalah: mereka tidak menyembuhkan apa-apa,” kata Pernette Bourdillion Esteve, anggota tim WHO yang mengurusi obat-obatan palsu.

"Tapi hasil terburuk dari obat ini bisa merugikan karena bisa jadi obat-obatan itu beracun."

Rantai pasokan

Nilai dari industri farmasi global adalah triliunan dolar AS. Rantai pasokan terbentang lebar dari pabrikan di China dan India, pengemasan di Eropa, Amerika Selatan atau Asia, hingga distributor pengirim obat ke seluruh dunia.

Kata Esteve, “mungkin tak ada yang lebih terglobalisasi dibandingkan obat-obatan”.

Baca juga: 6 Hal yang Harus Diperhatikan Saat Menyimpan Obat Sirup

Lalu ketika banyak negara mengalami penutupan wilayah, rantai pasokan global mulai berantakan.

Beberapa perusahaan farmasi di India berkata kepada BBC, mereka kini menjalankan 50-60 persen kapasitas produksi. India memasok 20 persen dari obat-obatan dasar di benua Afrika, dan dengan ini maka banyak negara di Afrika akan terpengaruh.

Ephraim Phiri seorang apoteker di Lusaka, Zambia, menyatakan ia sudah merasakan dampak itu.

"Kami sudah kehabisan obat-obatan, dan tidak bisa memasok gantinya. Kami tak bisa apa-apa. Susah sekali dapat pasokan, terutama obat seperti anti biotik dan obat anti malaria".

Baca juga: China Waspada Kasus Impor Covid-19, Orang Afrika Jadi Sasaran Rasialisme

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com