Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Humaidi, WNI di Wuhan yang Tidak Terevakuasi: Kecewa terhadap Pemerintah RI

Kompas.com - 27/02/2020, 07:38 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

WUHAN, KOMPAS.com - Sampai saat ini, masih terdapat 7 orang Warga Negara Indonesia di Wuhan, provinsi Hubei, Republik Rakyat China sejak virus Covid-19 corona merebak pada akhir tahun 2019.

Menurut keterangan Humaidi Zahid (29) mahasiswa Linguistik pascasarjana Universitas Central China Normal di Wuhan, tiga dari tujuh WNI di Wuhan menyatakan untuk tetap tinggal ketika evakuasi pemerintah tiba.

Sementara empat orang lainnya termasuk Humaidi tidak sempat dievakuasi karena berbagai kendala.

Kepada Kompas.com, Humaidi menceritakan pengalamannya yang "tertinggal" dari proses evakuasi pemerintah Republik Indonesia di Wuhan.

Baca juga: Khawatir Virus Corona, Papua Barat Antisipasi Kedatangan Kapal Barang dari China

 

Menurutnya, ketika evakuasi datang, dia dan dua orang teman lainnya bisa sampai ke bandara dan siap untuk masuk ke pesawat.

Akan tetapi, setiap WNI yang hendak dievakuasi wajib sebelumnya mengisi formulir terkait kesehatan mereka. Di dalam formulir tersebut, Humaidi menerangkan kalau dirinya sedang batuk.

Oleh karenanya, dia tertahan dan tidak bisa masuk ke badan pesawat. Humaidi diminta untuk cek suhu tubuh sebanyak empat kali bersama kedua temannya karena kedua temannya itu juga memiliki suhu tubuh tinggi. Mereka bertiga pada akhirnya tidak bisa dievakuasi.

Satu orang kawannya, Kris--demikian Humaidi menyapanya-- mahasiswi asal universitas yang sama dengan Humaidi malah tidak bisa dijemput dengan bus evakuasi pemerintah RI karena dirinya sedang berada di lokasi pedalaman. Tepatnya berada di Jingzhou, provinsi Hubei.

Kris berada di sana karena sedang berkunjung ke tempat temannya. Bus evakuasi pemerintah RI dikabarkan Humaidi mengalami kendala blokade dari petugas otoritas China selama berkali-kali. Setiap blokade bahkan membutuhkan waktu berjam-jam.

"Saya tidak tahu media-media di Indonesia dapat info dari mana. Ada media yang mengatakan WNI di Wuhan sebanyak 7 orang. 4 orang memutuskan tinggal, sedangkan 3 lainnya tertahan. Nah, itu kan info yang salah. Justru 4 orang itulah termasuk saya yang ingin pulang. Sedangkan 3 orang lainnya memang memutuskan tinggal."

"Saya juga sedih dengan nasib teman saya di Jingzhou (Kris) yang juga ketinggalan evakuasi. Dia perempuan lho, seorang diri di sana. Nangis-nangis dia. Lalu berita yang salah itu muncul membuat kami merasa Indonesia telah melupakan kami. Untung saja saya dan dua teman lain juga tertinggal, jadi Kris tidak merasa sendiri," ungkap Humaidi dalam wawancaranya dengan Kompas.com melalui aplikasi WeChat.

Pemerintah China telah memblokir aplikasi chatting WhatsApp dan sebagai gantinya aplikasi WeChat banyak digunakan warga China dalam berkomunikasi secara daring.

Baca juga: Virus Corona, Perancis Umumkan Kematian Pertama dari Warga Negaranya

Meski kecewa terhadap layanan evakuasi pemerintah Republik Indonesia, Humaidi mengaku kalau dirinya dan kawan-kawan mendapatkan bantuan logistik berupa obat-obatan dan masker.

"Masker sekarang langka. Jadi pihak KBRI mengirimkan kami masker dan obat-obatan. Juga mengirimkan uang."

Sampai saat ini, Humaidi sudah mendapatkan bantuan uang sebanyak tiga kali. Terakhir bantuan dana yang diberikan pemerintah RI sebesar 1.500 yuan China atau setara dengan Rp 2,9 juta.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Global
AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Global
Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Global
Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Global
Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Global
Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Global
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com