Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencoba Begibung di Desa Bilebante, Tradisi Makan Bersama di Lombok

Kompas.com - 01/12/2022, 20:31 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa daerah di Indonesia umumnya punya tradisi unik saat menyambut tamu, salah satunya yaitu menghidangkan makanan khas daerah tersebut.

Seperti halnya di Desa Bilebante, sebuah desa wisata di Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Setiap tamu atau wisatawan yang datang berkunjung ke Desa Bilebante nantinya akan disajikan beberapa makanan khas Desa Belibante di dalam dulang. Tradisi ini disebut juga dengan begibung.

Makanan disajikan di beberapa piring gerabah kemudian ditata di atas wadah dari anyaman bambu atau warga setempat menyebutnya dulang.

Di dalam satu dulang berisi  makanan untuk dua porsi, terdiri dari nasi, ares, ayam merangkat, urap urap, sate pusut, tortila, dan ikan bakar lengkap dengan sambal terasi.

Makanan ini biasanya dihidangkan di sebuah pondok bambu dekat sawah ataupun kolam ikan.

Cara makan seperti ini hampir mirip dengan tradisi megibung di Bali dan tradisi bajamba di Sumatera Barat. Bedanya, setiap daerah punya makanan khas dan cara menyantap makanan tersendiri.

Saat kunjungan wisata ke Pasar Pancingan, Desa Bilebante, Kompas.com bersama rekan media lainnya mencoba tradisi begibung.

Baca juga:

Pengalaman mencoba begibung

Seporsi sajian begibung, makanan khas Desa Bilebante.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Seporsi sajian begibung, makanan khas Desa Bilebante.

Layaknya suasana desa yang masih hijau dan asri, suasana sejuk dan semilir angin siang itu menyambut kedatangan kami ke kawasan Pasar Pancingan.

Jangan lupakan alunan musik gamelan berpadu bunyi tonggeret yang saut menyahut seiring rombongan datang.

Sebelum mencoba begibung, wisatawan yang datang disuguhkan minuman herbal bernama lengmongrass tea. 

Cara penyajiannya cukup unik, yaitu dituang dari kendi ke dalam gelas-gelas kecil yang dibuat dari tanah liat.

Seperti namanya, minuman ini dibuat dari racikan teh, serai, dan jahe. Aromanya serupa jamu kencur, bedanya saat diminum terasa hangat, ringan, dan menyegarkan tenggorokan.

Usai menyeruput teh herbal, kami diarahkan untuk langsung mengambil posisi di sebuah saung bambu. Saung ini berada di tepi kolam ikan dan area persawahan.

Di sana sudah tersedia satu dulang berisi aneka lauk untuk dua porsi. Incaran pertama saya jatuh pada sajian ayam merangkat, yaitu makanan yang kerap disajikan saat acara pernikahan di Desa Belibante. 

Baca juga:

Sajian ayam merangkat, makanan saat begibung di Desa Bilebante.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Sajian ayam merangkat, makanan saat begibung di Desa Bilebante.

Saya cukup penasaran dengan ayam merangkat karena ayam yang digunakan ialah ayam kampung lengkap dengan bumbu bakar yang gurih.

Biasanya ayam kampung memiliki konsistensi daging yang cukup padat dan tak jarang terasa alot, khususnya ayam kampung yang sudah tua.

Kali ini daging ayam merangkat terasa cukup lembut dan mudah dilepas dari tulang. Berbalut bumbu bakar yang matang sempurna, satu suapan nasi dan suwiran daging ayam mampir ke mulut saya. 

Cukup gurih karena bumbu bakarnya meresap hingga ke bagian dalam daging ayam, bumbu bakar yang digunakan pun tidak terlalu pedas.

Oleh karena itu ayam merangkat sepertinya cocok untuk lidah wisatawan yang tidak terlalu suka lauk dengan cita rasa pedas.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com