Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Yangko, Oleh-oleh Khas Yogyakarta yang Mirip Mochi

Kompas.com - 06/11/2021, 22:08 WIB
Lea Lyliana

Penulis

KOMPAS.com - Yangko merupakan salah satu produk oleh-oleh khas Yogyakarta. Kudapan ini kerap disebut sebagai mochi ala Yogyakarta karena bahan dan teksturnya sama. 

Bahan pembuatan yangko yakni tepung ketan yang kemudian diisi dengan kacang tanah tumbuk. 

Melalui sambungan telepon, Murdijati Gardjito, peneliti di Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada membagikan sejarah yangko secara singkat. Berikut penjelasannya. 

Baca juga:

 

Transformasi dari mochi

Mur menjelaskan bahwa hingga saat ini tidak ada sumber tertulis yang menerangkan asal-usul yangko. Meski begitu, Mur menyebut bahwa yangko bisa jadi adalah transformasi dari mochi Semarang.

"Kemungkinan ya, karena tidak ada sumber tertulis yang bisa dibaca. Jadi, kemungkinan itu yangko transformasi dari mochi Semarang," ujar Mur kepada Kompas.com, Kamis (04/11/2021). 

Ilustrasi yangko, jajanan khas Yogyakarta yang mirip mochi. SHUTTERSTOCK/ M.Abdul Rokhman Ilustrasi yangko, jajanan khas Yogyakarta yang mirip mochi.

Menurut Mur, kemungkinan kudapan ini dibawa oleh keluarga Tionghoa atau Jawa yang saat itu pergi ke Semarang. Lalu, mereka pun coba membuatnya dengan bahan yang sama tapi dibedakan proses akhirnya. 

"Jadi kan mochi, wingko, lumpia itu kan berkembang di Semarang karena orang Tiongkok yang bermukim di Semarang. Kemudian itu dibawa oleh orang-orang Tionghoa atau Jawa yang sering pergi ke Semarang. Lalu, menirukan cara membuatnya, karena bahannya sama persis hanya finalisasi prosesnya beda," terang Mur. 

Baca juga:

Jika dilihat dari segi bahan dan proses pembuatan yangko dan mochi sebetulnya memang mirip. Hanya saja yangko biasa dijual dengan isian kacang tanah dan adonannya pun bertumpuk.

"Jadi kalau yangko itu dibuat tumpuk dengan cetakan, lalu di antara dua lapis itu ada kacang tanah yang ditumbuk halus, lalu kemudian dipotong-potong, lalu diuwur-uwuri tepung supaya tidak lengket. Ya sama dengan mochi," tambah Mur. 

Karena terbuat dari tepung ketan, tekstur yangko menjadi kenyal dan lembut.

Ilustrasi yangko gulung yang belum dipotong. SHUTTERSTOCK/ Safira Shoyfiyah Ilustrasi yangko gulung yang belum dipotong.

Peninggalan Mataram Kuno

Di luar daripada itu, ada pula yang menyebut bahwa yangko adalah akronim atau kependekan dari kata 'tiyang Kotagede', yang artinya orang Kotagede. 

Baca juga:

Mur juga menjelaskan bahwa ungkapan tersebut bisa jadi benar. Sebab silang budaya masakan di dapur memang mudah terjadi. 

"Tapi ada versi yang mengatakan yangko itu akronim dari 'tiyang Kotagede'. Jadi ya mungkin memang itu makanannya orang kotagede yang terpengaruh oleh mochi karena silang budaya seni dapur itu mudah sekali terjadi," ungkap Mur. 

Namun Mur tidak mengetahui secara pasti kapan yangko mulai ditemukan. Namun menurut Mur, kudapan ini sebetulnya adalah peninggalan Mataram Kuno.

Menurut cerita, yangko adalah kudapan favorit Sultan Agung.

"Kalau melihat Kotagedenya, mungkin waktu Mataram Kuno. Katanya kue itu kesenangannya Sultan Agung," kata Mur. 

Ilustrasi yangko dengan aneka warna. SHUTTERSTOCK/ Haryanta.p Ilustrasi yangko dengan aneka warna.

Dewasa ini banyak industri rumahan yang membuat yangko. Rata-rata pembuatannya pun berada di kawasan Kotagede, Yogyakarta. 

Jika dibandingkan dengan sajian peninggalan Kerajan Mataram Kuno lainnya, yangko bisa dibilang lebih eksis. Pasalnya kudapan ini bisa tahan lama sehingga dapat diperkenalkan sebagai oleh-oleh. 

"Yang jelas yangko itu awet jadi bisa buat oleh-oleh. Sekarang yangko juga masih mudah dicari," tutup Mur. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Foodplace (@my.foodplace)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com