Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuliner Indonesia Menyebar di Dunia, Bagaimana Peran Diaspora Indonesia?

Kompas.com - 23/09/2020, 12:12 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Jalur rempah bisa jadi salah satu cara untuk mempromosikan makanan, seni, dan budaya Indonesia.

Hal itu diungkapkan oleh Prima Nurahmi Mulyasari, M.A., Indonesian Institute of Sciences (LIPI) dalam webinar International Forum on Spice Route 2020 sesi Spice Route: A Southeast Asian Perspective, Selasa (22/9/2020).

“Makanan Indonesia yang kaya rempah bisa berperan di hubungan internasional, terutama mengenai diplomasi publik dan budaya,” kata Prima.

Baca juga: Sejarah Jalur Rempah di Indonesia, Pengaruh Angin Monsun

“Diaspora Indonesia yang berada di luar negeri bisa memainkan peran penting sebagai agen diplomasi budaya di negara-negara yang mereka tempati tersebut,” lanjutnya.

Pasalnya, dalam komunitas diaspora makanan bisa jadi bahasa universal untuk berbagi rasa saling memiliki dengan tempat asal.

Dalam presentasinya selama webinar, Prima memberikan contoh berupa seorang warga negara Kanada keturunan Belanda.

Diaspora Belanda tersebut senantiasa mengonsumsi produk makanan siap saji asal Belanda yang menawarkan aneka menu khas Indonesia.

Ilustrasi rempahShutterstock/Marieke Peche Ilustrasi rempah

Karena Indonesia dahulu adalah koloni Belanda, maka kuliner Belanda pun terpengaruh baik dari segi resep maupun rempah yang digunakan.

“Antara tahun 1946-1972, sekitar 481.000 warga negara Belanda beremigrasi ke negara tradisional imigran seperti Kanada, Amerika Serikat, Australia, dan New Zealand.

Makanan Indonesia seperti ini mulai muncul di Belanda setelah Perang Dunia II, mengikuti diaspora Belanda.”

Diaspora Indonesia di Belanda

Hal yang sama, menurut Prima, juga sudah terjadi lewat diaspora Indonesia di Belanda. Pada 1945-1959 sekitar 300.000 migran meninggalkan Indonesia ke Belanda.

Baca juga: Sejarah Kuliner Indonesia Jadi Populer di Belanda, gara-gara Koran?

Keberadaan para migran ini sempat disinggung oleh Beb Vuyk dalam bukunya Groot Indonesisch Kookboek pada 1973.

Ia menyebutkan bahwa para migran Indonesia kala itu mulai mengimpor rempah dan bahan makanan Indonesia. Mereka membuka toko di depan kamar mereka.

Sementara para pria membawa mobil tua dan berkeliling ke seluruh negeri dengan membawa sambal, acar, kerupuk udang, dendeng, dan ikan asin. Bagi mereka yang punya uang akan membuka restoran.

“Di Amsterdam, jumlah restoran China-Indonesia meningkat dari dua pada 1945 menjadi 44 restoran di 1960. Di periode yang sama, restoran Indonesia meningkat dari 0 jadi enam restoran,” terang Prima.

Hidangan dengan sepuluh lauk khas nusantara dengan oenyajian rijsttafel di Roemah Kuliner.Kompas.com/Silvita Agmasari Hidangan dengan sepuluh lauk khas nusantara dengan oenyajian rijsttafel di Roemah Kuliner.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com